Sejatinya, harga gula aren yang terkesan jalan di tempat ini bukanlah karena kami sedang latihan baris-berbaris. Kenyataan ini adalah imbas dari Covid-19 yang menjadikan pasar takjil sepi, minat gula aren kurang, serta distribusi ke luar provinsi menjadi macet.
Rasanya, andai saja gula aren bisa berubah bentuk jadi gula pasir, kami dan sebagian besar petani gula aren di Curup akan sangat bahagia. Bagaimana tidak, gula pasir eceran di sini sudah menembus harga Rp20.000/kg, sedangkan harga gula aren jauh berada di bawahnya.
Dari sini, sudah sangat wajar jika gula aren merajuk. Terang saja, dari sisi manapun bila dibandingkan dengan gula pasir, gula aren unggul jauh. Dari sisi manfaat, gula aren pro. Dari sisi keaslian, gula aren orisinal. Dan dari sisi bentuk, gula aren lebih besar. Hahaha
elum selesai di sana, buah beluluk di ladang kami tahun ini hanya sedikit. Belum sampai bulan puasa, buahnya sudah keduluan habis direbus. Jadi, pupus sudah niat untuk membuat manisan beluluk dari hasil ladang sendiri. Tapi, tak mengapalah. Yang penting, kita sehat.
Jika dirasa lebih dalam, agaknya ramadan tahun ini meninggalkan ujian yang cukup berat bagi keluarga kami, terutama dari sisi penghasilan. Namun, karena kesusahan adalah ujian dan kehadiran Covid-19 adalah cobaan, kami serta kita semua harus tetap istiqomah berikhtiar.
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Begitulah kata Qur'an Surah Al-Insyirah ayat 5-6. Semoga kesulitan-kesulitan yang kita hadapi semakin menguatkan iman dan berakhir dengan kemuliaan.
Salam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI