Sekarang sudah tanggal 5 Mei, tapi momentum Hari Pendidikan Nasional 2020 belum surut. Harapan-harapan tentang pendidikan masih terus digaungkan dan membanjiri media sosial bersama fenomena kekagetan yang sempat diutarakan oleh Mendikbud Mas Nadiem.
Sebenarnya sebelum Mas Nadiem kaget, saya malah lebih terkejut dengan isi pidato beliau pada peringatan Hardiknas 2020. Bukan mau menuntut agar isinya lebih panjang atau bagaimana, rasanya pidato itu kurang lengkap karena tidak dicantumkan fakta sekolah 3T.
Terang saja, muatan pidato Hardiknas hanya berisikan hikmah belajar dari Covid-19, kolaborasi guru, orangtua, dan siswa, hingga penerapan pembelajaran daring dengan kesimpulan "Belajar Bisa Dilakukan Di manapun".
Lalu, kabar sekolah yang belum mampu belajar online bagaimana? Di sinilah kemudian saya sebagai seorang guru pelosok agak menyayangkan isi pidato tersebut. Tapi, yang sudah berlalu biarlah. Pun, isi pidato tidak selalu menggambarkan kebijakan yang langsung menjurus, kan?
Meski begitu, ada lagi ucapan Mas Nadiem yang seakan membuat penduduk di bumi Indonesia ini tersentak. Entah ini hanyalah kesalahan pemilihan diksi atau memang ketidak-tahuan akan fakta pendidikan di lapangan, Mas Menteri mengutarakan bahwa dirinya "Kaget Luar Biasa" dengan kenyataan senjang pendidikan Indonesia.
"Lalu ada yang bilang tidak ada sinyal TV bahkan ada yang bilang tidak punya listrik. Itu bikin saya kaget luar biasa, saya pun belajar sebagai menteri bahwa Indonesia ini masih banyak area-area yang sebenarnya tidak terbayang bagi kita di Jakarta, benar-benar tidak terbayang ada yang masih tidak punya akses listrik, bayangkan listriknya cuma nyala beberapa jam sehari," kata Nadiem, dalam telekonferensi yang disiarkan di YouTube Kemendikbud RI, Sabtu (02/05/2020).
Bisa dibayangkan, hanya fakta dari sebagian kecil muka bumi Indonesia yang bernama Jakarta saja Mas Nadiem sudah kaget luar biasa. Bagaimana jika beliau mau sedikit berjalan dan keluar lebih jauh dari istananya?
Hal inilah yang kemudian menjadikan kita berprasangka bahwa fakta kesenjangan dan ketimpangan pendidikan tidak sejalan dengan pengetahuan para pemimpinnya. Ibaratkan sepeda motor yang mogok, orang yang lebih tahu tentang kerusakan motor itu adalah montir.
Begitu pula halnya dengan pendidikan. Orang yang lebih tahu tentang kesenjangan dan ketidak-merataan pendidikan adalah pelaku pendidikan di lapangan itu sendiri. Guru, kepala sekolah, serta murid-murid di sekolah pelosok misalnya. Mereka tahu bahwa pendidikan itu senjang, karena mereka mengalami.
Wajar saja bila beberapa jam setelah Mas Nadiem mengungkapkan kekagetannya, muncul banyak kenyinyiran luar biasa dari netizen, termasuk juga para guru. Ragam kebijakan Merdeka Belajar sudah dilahirkan dan dianggap "Oke", tapi kagetnya malah di tengah jalan.
Syahdan, kita jadi bertanya-tanya dan bahkan pesimis apa iya kebijakan pendidikan yang akan ditelurkan selanjutnya tepat sasaran serta menghapus kesenjangan. Lagi-lagi, Mas Nadiem sebaiknya sering-sering memadukan data yang beliau terima dengan fakta di lapangan.
Artis Tampil di Hardiknas, Apakah Salah Panggung?
Tidak hanya fenomena kekagetan Mas Nadiem, kegiatan lain seperti penampilan para artis di pentas Hardiknas 2020 pun ikut menjadi sorotan. Salah satu pihak yang menyindir adalah Anggota Komisi X DPR RI Prof Zainuddin.
Zainuddin menegaskan bahwa seharusnya Hardiknas bisa diisi dengan kegiatan lebih yang bermakna ketimbang memberi panggung kepada Najwa Shihab dan artis papan atas ibu kota.
Diketahui, ada beberapa artis yang memeriahkan peringatan Hardiknas seperti Najwa Shihab yang sekarang sedang menuai banyak kritikan, ada Nissa Sabyan, Tulus, dan beberapa yang lainnya.
"Najwa Shihab dan artis papan atas Jakarta yang diberi panggung. Padahal di tengah kesulitan menghadapi covid-19, terutama mereka yang terpinggirkan, tidak akan banyak merasakan makna konser bertabur bintang itu," ucap Prof Zainuddin pada Senin (04/05/2020) malam.
Zainuddin juga menambahkan bahwa Hardiknas akan lebih bermakna bila diisi dengan memberikan panggung kepada para pegiat pendidikan nonformal, guru dan dosen yang kehabisan kuota, para penemu vaksin Covid-19, guru honorer, hingga orangtua yang terkena PHK.
Sedikit menyanggah pernyataan Anggota Fraksi PAN DPR ini, sebenarnya selain mengundang artis top pihak Kemendikbud juga menggelar wawancara bersama orangtua siswa, guru, serta relawan mahasiswa melalui akun Youtube Kemendikbud.
Namun jika disimak lebih lanjut, tayangan yang disiarkan memang kurang mewakili sistem pembelajaran yang selama ini sudah kita terapkan, terkhusus pada situasi darurat Covid-19.
Terang saja, dari hasil wawancara kepada guru SMP di Sumbar maupun guru SD di Jatim, keduanya telah menunjukkan inovasi dan kreasi pembelajaran dengan menggunakan aplikasi online seperti Whatsapp.
Sedangkan untuk keluhan kuota, guru honorer, hingga sekolah 3T malah tidak ada. Padahal, keluhan dan harapan dari pihak yang kesusahan seperti inilah yang ingin kita serta pemerintah dengar bersama-sama. Tidak melalui tulisan media, melainkan langsung dari orangnya.
Akhirnya, Mas Nadiem sudah tidak perlu duduk terlalu lama bersama fenomena kekagetannya terhadap kesenjangan pendidikan.
Kami dan para pejuang sekolah 3T sudah menunggu gebrakan apa yang akan dikeluarkan Mas Nadiem, sebagai imbas dari kekagetan yang luar biasanya itu.
Secara, kesenjangan alias ketidak-merataan pendidikan merupakan penyakit tahunan yang sudah sejak lama belum mampu diatasi.
Hal inilah yang semestinya jadi refleksi dari tema Hardiknas "Belajar dari Covid-19". Bukan hanya temuan inovasi dan kreasi yang digaungkan, tapi juga lubang-lubang senjang pendidikan yang harus segera ditambal.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H