Agaknya tahun 2020 merupakan periode yang cukup suram bagi dunia pendidikan Indonesia. Dimulai dari bencana banjir awal tahun, kemudian muncul bertubi-tubi kasus sedih seperti perundungan terhadap siswa, kekerasan seksual, hingga kisah pilu SMPN 1 Turi.
Tambah lagi dengan kehadiran Covid-19, rasanya semakin terbongkar saja ketimpangan pendidikan kita hari ini. Cukup cocok untuk digaungkan sebagai tema utama di Hari Pendidikan Nasional 2020.
Terang saja, semenjak pagebluk ini singgah di bumi Pertiwi, kesiapan pendidikan kita begitu terasa sedang diuji. Niat dan harapan digitalisasi seakan diterpa badai pesimistis, imbas dari ketidak-kuasaan negeri menggelar pembelajaran daring.
Bagaimana mau kuasa jika kalimat indah "tiap-tiap orang berhak atas pendidikan" malah diubah menjadi pernyataan timpang bernada "sebagian daerah bersinyal internet saja yang berhak atas pendidikan."
Buktinya? Setiap daerah menjalani pendidikan dan pembelajaran sesuai dengan kemampuan mereka. Yang mampu daring, silahkan. Yang hanya mampu nonton TVRI, lanjutkan. Sedangkan yang tidak mampu daring maupun nonton TVRI paling-paling hanya mendambakan.
Dari ketimpangan-ketimpangan inilah akhirnya kita sadar bahwasannya wajah pendidikan kita sebenarnya sudah ditampar 3 kali. Sakitnya, keberadaan Covid-19 semakin menjelaskan "memar merah" dari hak segala rakyat.
Tamparan 1: Bobroknya Karakter
Apa kabar karakter generasi penerus bangsa hari ini?
Seperti penyampaian di awal tadi, agaknya karakter pelajar di tahun ini begitu tampak bobroknya. Kita cukup bingung mau menyandarkan karakter ini dengan hal apa. Soalnya, kalau disandarkan kepada nilai pelajaran PKN atau Agama, nilai tinggi tidak ekuivalen dengan adab.
Padahal, adab adalah bagian penting dari karakter. Jika kita ibaratkan karakter itu adalah langit terang, maka adab bisa diumpamakan sebagai terbitnya matahari. Maknanya, jika adab tak kunjung terbit, maka langit cerah alias karakter tidak akan mampu menerangi.
Padahal saya mengira bahwa kehadiran Covid-19 sebagai ujian di bumi Indonesia akan mengurangi tamparan telak terhadap wajah pendidikan. Tapi nyatanya, malah sama saja. Salah satu buktinya adalah pelajar SMA yang melakukan kegiatan unfaedah di medsos pada April lalu.