Agaknya inilah salah satu cara untuk mengatasi dan memanfaatkan momentum "manjanya" anak terhadap teknologi. Karena sumber belajar sudah begitu memanjakan, maka anak-anak juga perlu dimanjakan dengan memberikan mereka otonomi dalam belajar.
Biarkan anak memerintahkan sendiri negara belajarnya, dan berikan anak keleluasaan untuk mengatur kepentingan daerah belajarnya sendiri, yang didasarkan atas minat serta kebahagiaan belajar.
Jelasnya, anak-anak zaman ini tidak cocok diajak belajar layaknya buruh paksa di zaman kolonial. Andai mereka diperlakukan dengan sistem romusha, mungkin esok atau lusa KPAI akan lembur 24 jam untuk menangani keluhan anak dan orangtua.
Lagi, alasan lain mengapa anak harus diberikan otonomi adalah karena mereka bukanlah "mesin fotokopi ilmu".
Lihat saja sistem kerjanya mesin fotokopi. Suap dua lembar, tercerna dua lembar. Fotokopi 1 buku ratusan lembar, terjilidlah ilmu ratusan lembar. Jika anak benar-benar bisa dibuat seperti ini, maka hebat-hebat dan kerenlah generasi kita di masa depan.
Tapi, sayangnya anak-anak tidak mampu belajar dan memakan ilmu layaknya mesin fotokopi. Andaipun mereka mampu, rasanya materi-materi yang terfotokopi di otak tidak sampai ke hati alias tidak bermakna.
Pembelajaran tanpa makna sama saja seperti mesin fotokopi yang kehabisan kopi. Makin banyak fotocopi makin buram. Makin banyak anak belajar, makin banyak pula yang hilang alias tiada yang lengket kecuali hanya sedikit saja.
Maka dari itu, sangat penting bagi guru maupun orangtua untuk membiarkan anak-anak mereka di rumah bebas membuat struktur dan jadwal belajar berdasarkan minatnya. Pacu agar anak bergairah dan mau memunculkan ide-ide baru.
Tapi, meski sudah diberikan otonomi ada pula saat-saat orangtua mesti turun tangan. Jika anak malah membuat jadwal untuk main game online serta rebahan sesukanya sendiri, maka orangtua silakan tegur dan nasihati.
Tak perlu langsung dimarahi melainkan beri anak pilihan. Mau atur ulang jadwal belajar dan main game, atau tidak dapat jatah main game di hari itu. Jika demikian sistemnya, barangkali orangtua akan terkesan dengan hasilnya. "Selamat Berjuang."
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H