Harapan ini digaungkan karena beberapa waktu yang lalu penduduk maya dihebohkan dengan unggahan tangkapan layar berisi percakapan orangtua murid kepada pihak sekolah. Isinya tidak lain adalah keluhan bahwa tugas anak via online terlalu banyak dan dinilai cukup berat.
Kita cukup sedih dengan fakta ini, padahal belajarnya sudah bersistem revolusi industri 4.0 alias Merdeka Belajar, tapi rasa dan nuansa belajar masih terkesan kolonial.
Tidak cukup sampai di situ, baru-baru ini KPAI juga merilis laporan tentang adanya 213 aduan siswa terkait pelaksanaan program belajar dari rumah dalam kurun waktu 4 minggu terakhir.
Bu Retno selaku komisioner KPAI bidang pendidikan menyebutkan, poin pertama dan utama dari pengaduan itu adalah penugasan yang maha berat dengan waktu pengerjaan yang pendek.
Dari sini, agaknya dunia pendidikan sudah diterpa dilema. Walaupun Bu Retno terlalu bermajas dengan menyebutkan tugas siswa "Maha Berat", kita juga dihadapkan dengan kenyataan bahwa anak-anak hari ini begitu manja.
Sedikit-sedikit laporan, sebentar-sebentar laporan. Padahal, keberadaan sumber dan media belajar online sudah cukup memanjakan anak dari segi ketersediaan ilmu pengetahuan.
Dan di sisi lain, kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh sumber dan media belajar online malah dimanfaatkan sebagai "pindah tugas dari media cetak ke media online" oleh sebagian guru. Artinya, keberadaan teknologi bukannya memudahkan, malah merepotkan saja.
Dengan berbagai macam opini dan umpatan keberatan yang telah terungkap hingga saat ini, sebenarnya anak sangat butuh otonomi. Mereka mau belajar, mereka minat belajar, dan mereka termotivasi belajar asalkan ada kebebasan dan kemerdekaan belajar yang ditawarkan.