Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Gara-gara Corona, Era Merdeka Belajar Berasa Tahun 2000-an

12 April 2020   21:30 Diperbarui: 13 April 2020   05:54 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Program tayangan Belajar dari Rumah via TVRI. Foto dari Kemendibud

Tahun 2000-an, agaknya itu adalah tahun di mana penduduk bumi Indonesia sedang asyik-asyiknya menonton film di televisi. Cukup banyak film laga maupun drama kolosal yang tayang tiap hari, bahkan film kartun juga mendapat hari khusus yaitu hari Minggu.

Semua orang cukup terhibur pada masa itu, baik orang tua maupun anak-anak sudah mendapatkan film favoritnya masing-masing.

Barangkali saat itu orang tua suka menonton film Putri Duyung, Wiro Sableng, Angling Dharma hingga Si Buta dari Gua Hantu. Sedangkan anak-anak dan remaja lebih suka menonton anime Dragon Ball, Doraemon, Inuyasa serta drama Ada Apa Dengan Cinta.

Saat itu seingat saya belum ada siaran televisi yang khusus mengulas tentang pendidikan. Jelang akhir tahun 2004, barulah muncul televisi Edukasi yang diresmikan oleh Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Abdul Malik Fadjar, tepatnya pada 12 Oktober 2004.

Motivasi awal kemunculan tv Edukasi ini adalah untuk memberikan layanan siaran pendidikan demi menopang tercapainya tujuan pendidikan nasional. Kedengarannya begitu mulia, ya? Memang begitulah semestinya peranan televisi yang mengangkat judul edukasi.

2004, waktu itu saya masih berusia 9 tahun dan tinggal di pondok. Saya belum mengetahui pasti ada atau tidaknya siaran tv Edukasi karena kami masih menonton via UHF. Cuma ada satu siaran yang didapat saat itu, yaitu Indosiar.

Saya sendiri baru menonton tv Edukasi saat duduk di kelas 2 SMP. Seingat saya, waktu itu siaran tv Edukasi masih berbagi jam alias relai dengan TVRI. Tapi beruntungnya, saat jam sekolah tv Edukasi yang tayang dengan siaran-siaran inovasi dan edukasi.

Saya bersama teman-teman cukup antusias karena di SMP kami sudah tersedia televisi, tepatnya di perpustakaan sekolah. Staf perpustakaan sendiri selalu menayangkan siaran tv Edukasi setiap hari pada jam-jam sekolah, selama tidak mati lampu.

Kami para siswa, hampir setiap hari mengunjungi perpustakaan hanya untuk menonton siaran ini. Kadang-kadang, kami cukup sering menyandingkan buku-buku ajar dengan materi yang disiarkan oleh televisi.

Terang saja, materi pelajaran waktu itu membuat kami penasaran, apalagi tentang inovasi dan percobaan-percobaan ilmiah. Yang saya ingat, dahulu pernah ada siaran tentang cara sambung tanaman (mengenten). Misalnya seperti tomat dan terung, kopi, mangga, serta bunga-bungaan.

Ilustrasi mengenten. Gambar dari oldfrogpondfarm.com
Ilustrasi mengenten. Gambar dari oldfrogpondfarm.com

Kebetulan sekali waktu itu kami kelas 3 dan ada tugas praktik sambung tanaman sebagai salah satu prasyarat kelulusan. Saya sendiri mencoba untuk menyambung tanaman rimbang dengan tanaman terong. Cukup banyak waktu itu, ada sekitar 8 sambung.

Teman-teman saya ada yang menyambung bunga mawar, bunga bougenville dan ada pula yang tidak menyambung satu tanaman pun. Mereka sudah berkali-kali mencoba, tapi tanaman tidak jadi alias tidak tumbuh.

Sontak saja, banyak dari mereka yang singgah ke rumah saya dengan membawa bunga bougenville dan bunga mawar. Saya awalnya heran karena yang singgah adalah para perempuan kelas sebelah. Saya kira mereka jatuh cinta, eh gak tahunya mau belajar teknik mengenten! Hohoho

Kiranya, cukup banyak maslahat tv Edukasi waktu itu. Bisa dibayangkan jika saat itu tvE belum ada, bisa-bisa saya dan teman-teman tidak lulus ujian praktik.

Dan hari ini, sepertinya Mas Nadiem mengharapkan tuah televisi agar kembali bermaslahat. Efek corona dan senjangnya pendidikan kita, mau tidak mau Mas Nadiem mesti menggandeng televisi untuk ikut mendidik siswa dari rumah. Darinya, digandenglah TVRI.

Tangkapan layar Belajar dari Rumah yang disiarkan TVRI. Dok. Laman Kemdikbud via KOMPAS
Tangkapan layar Belajar dari Rumah yang disiarkan TVRI. Dok. Laman Kemdikbud via KOMPAS

Tajuk utamanya adalah Belajar dari Rumah dengan rencana program dimulai pada Senin, 13 April 2020 hingga Juli 2020. Cukup lama tampaknya, semoga saja corona segera berakhir karena pasti anak-anak akan lebih nyaman belajar di sekolah.

Lebih lanjut, Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid menjelaskan lebih detail mengenai program Belajar dari Rumah di TVRI. Jadwal di hari Senin-Jumat difokuskan untuk pembelajaran dengan total durasi tiga jam per hari untuk semua tayangan.

Program tayangan Belajar dari Rumah via TVRI. Foto dari Kemendibud
Program tayangan Belajar dari Rumah via TVRI. Foto dari Kemendibud

"Jadi masing-masing ada setengah jam. Setengah jam untuk PAUD, setengah jam untuk kelas 1 sampai kelas 3 SD, setengah jam untuk kelas 4 sampai kelas 6 SD, dan setengah jam masing-masing untuk SMP, SMA, dan parenting," tutur Hilmar.

Agaknya progam belajar dari rumah via TVRI manfaatnya lebih banyak daripada sekadar pemberian tugas. Kemendikbud sendiri, menyampaikan ada 5 manfaat utama program ini:

  • Program di TVRI ini untuk PAUD, pendidikan dasar dan menengah, guru dan orang tua.
  • Siswa dapat tontonan informatif dan bisa terus aktif.
  • Orang tua tidak bingung mencari kegiatan untuk anak, serta mampu menambah ilmu pengasuhan anak.
  • Guru sangat terbantu, ada PR yang menyenangkan dan ringan, juga menambah wawasan.
  • Semakin mengenal budaya Indonesia dan menyaksikan film-film terbaik Indonesia.

Jika boleh menambahkan, rasanya saya ingin menyertakan "nostalgia media pembelajaran tahun 2000-an di era Merdeka Belajar" pada manfaat nomor 6. Tapi, uraian penyampaian Kemendikbud di atas kiranya sudah cukup komplit.

Yang jelas, berapa pun manfaat yang dipaparkan kunci utama tergapainya bergantung pada perhatian dan kontribusi para orang tua di rumah. Jelas saja, biarpun materi pelajaran di TVRI bagus dan mantap, jika siswa tak menonton atau suka gonta-ganti channel, untuk apa?

Para siswa belajar dari rumah via TVRI, orang tua bisa menemani anak-anaknya, orang tua bisa mengajak anak-anaknya melakukan refleksi dari pembelajaran, sedangkan para guru bisa mengontrol hingga menampung keluh-kesah pembelajaran.

Kebijakan Mas Nadiem untuk ikut menggandeng TVRI kiranya cukup bijaksana dan boleh dibilang populer. Biarpun kesannya seiras dengan pembelajaran di tahun 2000-an, bukan berarti media televisi tidak efektif.

Keberadaan layanan pendidikan via siaran televisi sangat membantu seluruh kalangan siswa di Indonesia. Di daerah yang sudah bersinyal, siswa bisa live streaming TVRI. Di daerah lemah sinyal, siswa tetap bisa menyaksikan dari televisi.

Sejatinya, inilah sebutan dan makna terdalam dari era Merdeka Belajar. Kita bukan saja berbicara soal digitalisasi dan pembelajaran era kekinian, melainkan juga berbicara tentang pendidikan untuk semua siswa.

Kesenjangan pendidikan mungkin menyulitkan, keberadaan corona juga demikian. Tapi, sesulit apapun keadaannya, semua siswa berhak atas pendidikan.

Salam Edukasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun