Dua hari yang lalu, aku tertimpa kejemuan berupa rasa sakit hati karena tulisan yang aku buat di Kompasiana dicopy-paste secara utuh, bahkan sampai ke judul dan cara penulisannya.
Hal ini kutemui dari keisenganku mengakses judul tulisan menggunakan fitur "Ok Google" di kala senggang. Kusebutlah awal judulnya, "Ada Guru Ambyar" kemudian kutatapi, kujenguk dan kuamati.
Sesaat, aku begitu senang dengan kehebatan Kompasiana yang mampu menempatkan tulisanku di tangga pencarian utama di laman Google. Aku takjub bin sumringah karena dengan sebutan 3 kata dari judul saja artikelku sudah duduk di nomor 1 pada tangga pencarian. Tapi?
Kutebak, pasti tulisanku diplagiat. Dan benar saja, aku makin cadas ketika mendapatkan data bahwa sosok yang mencuri tulisanku adalah keluarga satu rumah, sama-sama menginap Kompasiana.
Sakit rasanya. Biarpun tulisan itu hanyalah receh tapi aku menulisnya dengan rasa tulus dan berpenuh hati.
Terlebih lagi jika tulisan itu tentang guru, siswa dan pendidikan, pasti aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk memantapkannya. Kuyakin, itulah perwujudan dari sikap "menghargai sebuah profesi".
Jadi, natural dan galib rasanya jika ada rekan maupun kompasianer yang berkomentar bahwa tulisanku rasa curhatan. Niatku memang demikian, berbagi keluh, berbagi pengalaman, berbagi kenyataan untuk kemudian direnungkan dan dicari jalan keluarnya.
Beruntungnya, aku singgah di Kompasiana yang begitu menghargai setinggi-tingginya karyaku. Sontak saja, tulisan plagiat itu langsung dihapus oleh Kompasiana secara otomatis, biarpun judulnya masih tercelik di Google.
Tak mengapalah. Sakit hatiku sudah terobati. Tulisanku berdiri dengan sendirinya, bertahan dan tetap tersegel karena orisinalitasnya. Kompasiana telah memberikan berlapis gembok untuk menjadikannya tetap aman.
Terang saja, inilah ketakutan-ketakutan nyata yang menghampiri para penulis dan platform blog yang peduli macam Kompasiana.
Seorang penulis yang sudah mulai merasa kontennya dihargai dan ingin secara tulus menghargai tentu akan terus berjuang untuk memperbaiki sanad dari tulisannya, apalagi bagi mereka yang sudah pernah tersakiti karena plagiarisme.
Bahkan, menurut Kak Widha Karina penulis-penulis profesional pun bisa saja terjangkit dengan nafsu plagiat. Artinya, tidak menutup kemungkinan bahwa seorang penulis yang sudah bernama merusak harga diri sebuah konten dengan memploklamirkan karya orang lain sebagai miliknya.
Masih bersandar dari sosok Content Superintendet bernama lengkap Widha Karina dalam acara "Blogshop berjudul A to Z Kompasiana, Optimasi Konten Blog Kamu di Kompasiana!", ternyata orisinalitas sebuah karya mendapatkan tantangannya sendiri.
Kenyataan yang beredar dan berdampingan dengan kita saat ini adalah, lumayan banyak para pelajar dan mahasiswa yang senang membuat karya ilmiah dengan modal salin-tempel sesukanya.
Memang, ini adalah sebuah proses pendidikan khususnya dalam bidang karya tulis. Seseorang yang belum mengerti dengan syarat dan ketentuan sebuah tulisan tentu akan dengan mudah melukai ketulenan sebuah karya, entah itu untuk memenuhi tugas ilmiah atau pun menulis di Kompasiana.
Awalnya mungkin bisa diampuni. Jika itu adalah tugas ilmiah mahasiswa yang plagiat, maka dosen bisa minta revisi. Jika itu adalah tulisan/konten para penulis di Kompasiana, maka editor bisa menghapus dan memberikan peringatan.
Tapi, apakah proses pengampunan ini efektif untuk menata hati para penulis untuk menghargai sebuah karya? Atau, membuat sadar para penulis agar mau membuat tulisan yang orisinal?
Entahlah, jawaban ini masih tanda tanya. Menurutku, pertanyaan ini akan terjawab dengan sendirinya saat seseorang membuat sebuah karya dan kemudian karyanya diplagiat, seperti yang kukisahkan di awal tulisan ini.
Sakit rasanya, kan? Berarti tulisan-tulisan orang yang dulunya kita plagiat, gambar-gambar yang kita pampang di tulisan tanpa menyertakan sumber, hingga karya-karya ilmiah lainnya juga demikian. Sang pembuat konten akan merasakan sakit, seperti yang kurasakan kemarin.
Beruntung ada rasa sakit ini, hingga menjadikanku lebih sadar dengan kesalahan-kesalahan masa lalu.
Lebih dari itu, sakit ini juga sedang mengandung dan bersiap melahirkan kesadaran untuk menghargai karya orang lain. Bukan sekadar cantum link, footnote atau daftar pustaka, melainkan juga untuk menghasilkan karya pribadi yang tulen alias orisinal.
Aku tambah beruntung setelah tadi diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mengikuti Blogshop Optimasi Konten.
Jujur saja, tadi pagi aku sempat was-was karena daerahku sedang mati lampu. Aku gusar karena HP sudah mau mati dan baterai laptop sekarat. Jangan-jangan aku tidak diberi kesempatan untuk hadir. Tapi mujur, tepat jam 12.30 tadi listrik kembali mengalir.
Syahdan, aku bisa ikut takjub menyaksikan kehebatan Kompasiana dengan statistik "ganasnya". Bagaimana tidak ganas, Kompasiana dalam satu bulan (data Maret 2020 via Kak Widha) mampu menghasilkan 19.575 karya dan aku juga termasuk di dalamnya.
Belum selesai, aku pula baru tahu bahwa kerja di Kompasiana itu non-stop, 24 jam dalam 1 hari. Ini adalah kebanggaan yang membahana dan menjadikan sebuah perwujudan betapa pedulinya Kompasiana terhadap sebuah karya berikut dengan orisinalitasnya.
Atas kepedulian ini, sudah sewajarnya aku dan kita semua mulai menata lagi tulisan-tulisan agar lebih bermanfaat dan orisinal.
Aku sendiri cukup peka dan sadar dengan kepedulian para editor. Sejak awal bergabung di Kompasiana 9 bulan yang lalu editor banyak mengajarkanku bagaimana caranya menulis kalimat tanya, cara menyisipkan sumber gambar, hingga cara memaksimalkan Quote.
Berkali-kali kuamati tulisanku, ada yang berubah dari cara penulisan sumber ilustrasi gambar. Ada yang berubah dari peletakan tanda baca di judul, dan ada yang berubah dari label kategori tulisan.
Untuk penulisan sumber ilustrasi, akhir-akhir ini aku mulai memahami dan berusaha untuk memperbaikinya. Tapi untuk kategori kuakui, aku masih sering salah kamar. Hehehe
Blogshop tadi adalah curahan ilmu yang sangat berharga, khususnya bagi saya pribadi. Tidak hanya sekadar ilmu, tidak hanya sekadar menghibur sakit hatiku, melainkan juga untuk membangkitkan kesadaran untuk menghargai sebuah karya.
Terima kasih, Kompasiana
Salam dariku
Ozy V. Alandika
Curup, Bengkulu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H