Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perihal THR dan Gaji Ke-13, "Bu Menkeu, Kajian Ibu Terbalik!"

8 April 2020   15:39 Diperbarui: 8 April 2020   15:43 2123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bu Menkeu Sri Mulyani saat memberikan keterangan realisasi APBN 2019 di Kemenkeu, Jakarta, Selasa (19/3/2019). Foto: ANTARA/Wahyu Putro via KOMPAS

Terkejut, kaget, dan resah. Barangkali tiga ungkapan ini bisa mewakili perasaan ASN yang menanti-nanti kejelasan THR dan gaji Ke-13.

Sandi nama PNS ini bisa terkejut dan kaget karena tiba-tiba saja Bu Menkeu Sri Mulyani mengutarakan sebuah perhitungan bahwa APBN hanya menyediakan THR dan gaji ke-13 untuk ASN golongan I, II, III di mana kategori pelaksana jadi skala prioritas.

Hitung-hitungan ini tidak lepas dari serangan Covid-19 yang mengakibatkan beban negara meningkat. Bagaimana tidak, pemerintah sekarang sedang berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan kerapuhan dunia usaha agar ekonomi negara tidak terlalu mengkerut.

Bisa dibayangkan memang, jika THR dan gaji ke-13 ASN dibayarkan tanpa melihat golongan maka Bu Menkeu mau cari dana ke mana.

Terang saja, menurut cermin dari tahun belakang, alokasi anggaran untuk THR dan gaji ke-13 ASN dan pensiunan terus naik gunung setiap tahunnya. Di tahun 2018, anggarannya sudah 35,8 triliun dan pada tahun 2019 naik menjadi 40 triliun.

Cukup banyak lonjakan naiknya. Lalu, bagaimana dengan tahun 2020? Prakiraannya sudah pasti naik karena di tahun 2019 pemerintah sudah merekrut cukup banyak ASN baru. ASN lama saja begitu menanti tunjangan, apalagi ASN baru?

Agaknya, jika bahasan ini lebih menjurus kepada alokasi dan materi, maka akan ada tabrakan kepentingan di depannya. Secara yuridis, THR untuk ASN sudah diatur dalam PP No. 36 Tahun 2019. Tapi, secara humanis kepentingan untuk membantu penumpasan Covid-19 juga layak untuk diprioritaskan.

Walau sedemikian itu adanya, tunjangan dan gaji ke-13 adalah hak ASN yang mesti ditunaikan pemerintah. Tidak bisa dibayangkan bila nanti tunjangan ini tidak dibayarkan, ditunda, atau dibayar dengan setengah hati, bisa-bisa stabilitas perekonomian dan konsumsi jadi runyam.

"Bu Menkeu, Kajian Ibu Terbalik!"

Atas hitung-hitungan Bu Menkeu di atas, mau tidak mau imbas akan ditimpakan kepada ASN serta pejabat dengan tingkat di atas IV. Sekilas, tentu akan muncul keirian di sini. ASN golongan III dapat, sedangkan golongan IV tidak, dan sebagainya.

Rasanya, kesempatan THR dan gaji ke-13 bagi para ASN di luar kajian serta hitungan Bu Menkeu masih ada. Tapi, semua tergantung pada keputusan final Pak Jokowi.

"Untuk pejabat negara nanti bapak Presiden (Jokowi) akan menetapkan seperti menteri, DPR dan pejabat termasuk Eselon 1 dan eselon 2," ujar Sri Mulyani usai menghadiri rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo melalui teleconference, Selasa (07/04/2020).

Bisa jadi para petinggi di seluruh sudut bumi pertiwi harap-hendak cemas menanti keputusan Pak Jokowi. Entah mereka dapat, atau tidak, entahlah. Yang paling cemas mungkin para ASN yang baru saja menyandang pangkat IV dalam kariernya sebagai pelayan publik.

Tapi, jika kembali diraba hitung-hitungan dan kajian Bu Menkeu, apakah ini tidak terbalik? Secara, ASN adalah pelayan publik sedangkan para pejabat seperti Eselon, Menteri dan DPR adalah bos. Mengapa tidak pihak-pihak bos dulu yang dikaji? Gaji mereka lebih besar, tunjangan mereka lebih banyak, dan terpenting mereka bukan pelayan, kan?

Sedikit diqiyaskan.Kita anggap para pejabat pemerintah sebagai pohon mangga, dan ASN (pelayan publik) sebagai akar pohon mangga. Jika pemangku kebijakan melakukan potong bawah (akar), maka matilah mangga itu. Tapi, jika dipotong atas (tunasnya) maka mangga akan tetap hidup, kan?

Inilah sebutir hal yang mendasari bahwa sejatinya kajian Bu Menkeu, hitung-hitungan Bu Menkeu adalah terbalik. Beliau lakukan potong bawah, baru potong atas. Sedangkan sebaiknya, potong atas dulu, baru potong bawah.

Memang, kalau misalnya THR dan Gaji ke-13 sudah dikadarkan dahulu untuk ASN golongan I-III, mereka akan lumayan tenang. Tapi, apakah ketenangan versi Bu Menkeu itu bisa meredam keluh dan kekesalan ASN golongan IV? Terlalu tanggung, bukan?

Beda hal jika Bu Menkeu dan Pak Jokowi mengkaji pemotongan THR dari pihak pejabat tinggi terlebih dahulu. ASN golongan I-III barangkali tidak akan cemas, toh mereka sadar bahwa gaji mereka kecil dan cukup. Bahkan, mereka malah yakin pasti tetap dapat THR dan gaji ke-13.

Syahdan, soal para pejabat tinggi, mau dipotong atau tidak rasanya mereka tidak terlalu cemas. Terang saja, gaji utama sudah masuk dalam kategori besar dan kerjanya juga sudah dalam takaran bos.

Jadi, kalaupun banyak media-media online yang meninggikan judul besar tentang kegalauan para pejabat tinggi pemerintah, agaknya pejabat ini tidak akan galau-galau amat. Mereka pun juga tidak mau meratapi, walaupun nantinya tidak dapat.

Malah, yang gusar saat ini adalah mayoritas tenaga honorer. Terang saja, tenaga honorer seperti guru biasanya selalu kecipratan THR dan gaji ke-13 dari guru-guru senior, seperti yang pernah saya alami di dua tahun belakang.

Waktu itu, jelang libur sekolah kami selaku guru dan tenaga honorer selalu kebagian THR dari guru-guru senior, walaupun kami tidak minta. Biasanya, setelah THR masuk ke rekening masing-masing, para guru senior akan berinisiasi sendiri untuk mengumpulkan kepedulian.

Mayoritas guru, bahkan semua guru PNS di dalam sekolah ikut berpartisipasi dan rela untuk berbagi tanpa ada koordinir, alias mengalir begitu saja. Akhirnya, bahagialah kami para guru honorer karena mendapatkan tambahan uang jajan.

Maka dari itulah, diharapkan THR dan gaji ke-13 untuk guru dapat diprioritaskan tanpa mengenal golongan dan pangkat. Tidak hanya guru honorer saja yang akan kecipratan, melainkan juga sanak-saudara, cucu, kakek-nenek, hingga orang tua ASN juga akan mendapatkan kebahagiaan.

Inilah yang kemudian diperjuangkan oleh Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Masa Bakti XXI, Didi Suprijadi.

Ketua PB PGRI Masa Bakti XXI, Didi Suprijadi. kspi.or.id
Ketua PB PGRI Masa Bakti XXI, Didi Suprijadi. kspi.or.id

Pak Didi memahami dengan terang kondisi sulit negara di tengah pandemi Covid-19. Meski demikian, beliau dengan tulus meminta kepada pak Jokowi untuk tetap tetap memberikan THR dan gaji ke-13 untuk para guru dan pensiunan.

Secara, guru dan pensiunan adalah sosok yang paling terdampak jika THR ASN dan gaji ke-13 dihapuskan.

"Berharap pemerintah menunda program yang bersifat fisik, tapi dahulukan program sosial seperti gaji ke-13 dan THR, khususnya PNS dan pensiunan," ucap Didi.

Perihal ini agaknya bisa menjadi salah satu topik bahasan penting yang perlu dikaji baik oleh Bu Menkeu maupun Pak Jokowi.

Terlepas dari kajian dan hitung-hitungan terbalik dari Bu Menkeu, semoga itu tidak mengurangi niat pemerintah untuk memenuhi hak para ASN. Jika pemerintah kemudian tetap kukuh dan meletakkan prioritas penanganan Covid-19 di atas hak ASN, maka perlu dicari opsi lain.

Bisa pakai opsi potongan gaji (iuran) ASN Rp.50 ribu/bulan namun tetap cairkan THR dan gaji ke-13, pengalihan anggaran infrastruktur, atau bisa juga libatkan orang-orang kaya seperti pejabat pemerintah untuk berbuat lebih.

Kita semua cukup paham dan prihatin dengan stabilitas keuangan anggaran negara yang sedang terbeban dan rapuh. Meski demikian, tidak pula serta-merta pemerintah langsung memantapkan stabilitas anggaran negara dengan efek kejut semacam ini.

Ibaratkan menuangkan air ke dalam gelas kosong, negara perlu perlahan-lahan alias bertahap dalam mengisinya. Jika air ditumpahkan langsung dengan volume yang banyak, maka gelas tadi tidak hanya penuh, melainkan tumpah. Artinya, semakin samarlah anggarannya.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun