Sedikit diqiyaskan.Kita anggap para pejabat pemerintah sebagai pohon mangga, dan ASN (pelayan publik) sebagai akar pohon mangga. Jika pemangku kebijakan melakukan potong bawah (akar), maka matilah mangga itu. Tapi, jika dipotong atas (tunasnya) maka mangga akan tetap hidup, kan?
Inilah sebutir hal yang mendasari bahwa sejatinya kajian Bu Menkeu, hitung-hitungan Bu Menkeu adalah terbalik. Beliau lakukan potong bawah, baru potong atas. Sedangkan sebaiknya, potong atas dulu, baru potong bawah.
Memang, kalau misalnya THR dan Gaji ke-13 sudah dikadarkan dahulu untuk ASN golongan I-III, mereka akan lumayan tenang. Tapi, apakah ketenangan versi Bu Menkeu itu bisa meredam keluh dan kekesalan ASN golongan IV? Terlalu tanggung, bukan?
Beda hal jika Bu Menkeu dan Pak Jokowi mengkaji pemotongan THR dari pihak pejabat tinggi terlebih dahulu. ASN golongan I-III barangkali tidak akan cemas, toh mereka sadar bahwa gaji mereka kecil dan cukup. Bahkan, mereka malah yakin pasti tetap dapat THR dan gaji ke-13.
Syahdan, soal para pejabat tinggi, mau dipotong atau tidak rasanya mereka tidak terlalu cemas. Terang saja, gaji utama sudah masuk dalam kategori besar dan kerjanya juga sudah dalam takaran bos.
Jadi, kalaupun banyak media-media online yang meninggikan judul besar tentang kegalauan para pejabat tinggi pemerintah, agaknya pejabat ini tidak akan galau-galau amat. Mereka pun juga tidak mau meratapi, walaupun nantinya tidak dapat.
Malah, yang gusar saat ini adalah mayoritas tenaga honorer. Terang saja, tenaga honorer seperti guru biasanya selalu kecipratan THR dan gaji ke-13 dari guru-guru senior, seperti yang pernah saya alami di dua tahun belakang.
Waktu itu, jelang libur sekolah kami selaku guru dan tenaga honorer selalu kebagian THR dari guru-guru senior, walaupun kami tidak minta. Biasanya, setelah THR masuk ke rekening masing-masing, para guru senior akan berinisiasi sendiri untuk mengumpulkan kepedulian.
Mayoritas guru, bahkan semua guru PNS di dalam sekolah ikut berpartisipasi dan rela untuk berbagi tanpa ada koordinir, alias mengalir begitu saja. Akhirnya, bahagialah kami para guru honorer karena mendapatkan tambahan uang jajan.
Maka dari itulah, diharapkan THR dan gaji ke-13 untuk guru dapat diprioritaskan tanpa mengenal golongan dan pangkat. Tidak hanya guru honorer saja yang akan kecipratan, melainkan juga sanak-saudara, cucu, kakek-nenek, hingga orang tua ASN juga akan mendapatkan kebahagiaan.
Inilah yang kemudian diperjuangkan oleh Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Masa Bakti XXI, Didi Suprijadi.