Kurikulum yang tidak sekadar ganti nama, hal inilah yang ingin kami para guru gaungkan kepada Mas Nadiem. Apalah arti sebuah nama, dan jika nama itu berarti maka esensinya mesti lebih dari sekadar nama.
Maknanya, jika kurikulum itu tidak berubah total dari luar hingga ke isi agaknya tidak perlulah dipopulerkan dengan berganti nama. Cukup pertahankan, dan ia akan populer dengan sendirinya.
Ibaratkan sebuah kopi, ketika kita campurkan banyak gula maka namanya jadi kopi manis. Jika kita campurkan susu, namanya kopi susu. Dan jika kita campurkan cokelat, maka namanya jadi kopi cokelat.
Begitu pula dengan kurikulum pendidikan. Boleh saja kurikulum bertambah selipan nilai hingga aspek-aspeknya, itu adalah penguatan, pengkajian dan kegiatan menata ulang. Tidak ada yang berubah dari nama, karena kurikulum yang bertahan tinggal mengikuti selera zaman.
Beruntungnya, selera ini juga dirasakan oleh Mas Nadiem. Beliau menyebut tata ulang kurikulum sebagai "penyederhanaan kurikulum".
"Kita sudah sepakat menyederhanakan kurikulum, sehingga lebih mudah dipahami guru dan siswa, beban konten pelajaran harus turun, sehingga di masing-masing konten bisa mendalami kompetensinya, tapi apakah jumlah muatan pelajaran dikecilkan atau konten dikecilkan itu masih dikaji oleh tim," kata Nadiem di Jakarta, Jumat (03/04/2020).
Rasanya tidak ada stigma dari sebutan "menyederhanakan kurikulum". Terang saja, yang berubah nantinya hanyalah beban konten dan muatan pelajaran. Mungkin tepatnya bukan berubah, melainkan pengembangan dari kurikulum 2013 itu sendiri.
Sejatinya, untuk mengembangkan sebuah kurikulum pihak pengembang mesti menelaah ketepatan tujuan kurikulum, materi ajar, metode/strategi ajar, dan evaluasi pembelajaran. Jika empat komponen ini dimapankan, maka sebuah kurikulum akan menemui keunikannya.
Kurikulum 2013 contohnya. Seiring dengan berjalannya waktu, kita mulai menemukan titik general bahwa tujuan utama K-2013 adalah pemantapan karakter, sedangkan materi ajarnya mesti memuat nilai pengetahuan, keterampilan, sikap spiritual dan sikap sosial.
Syahdan, metode/strategi ajar dari K-2013 tidak jauh-jauh dari Project and Problem Based Learning, Scientific Learning, Discovery, dan PAIKEM.
Dan terakhir, evaluasi ajar K-2013 identik dengan penilaian autentik yang kini akan diperbaharui menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.