Mestinya, keberadaan dan pendampingan sosok orangtua terhadap anak yang belajar di rumah dapat mewujudkan ketentraman belajar. Tapi ini malah sebaliknya, anak lebih suka sendiri dan ketika orangtuanya datang, fokus serta pikiran anak malah ambyar.
Di suasana yang lain, tidak sedikit pula kita temukan ungkapan-ungkapan yang menandakan bahwa anak lebih suka sekolah daripada belajar di rumah. Ungkapan ini juga belakangan sering kita temui di media sosial baik dalam bentuk tulisan, gambar, hinggalah pantun.
Awas, Orangtua Jangan Jadi Monster di Rumah!
Gara-gara Covid-19, anak belajar di rumah. Gara-gara anak belajar di rumah, orangtua mesti rela melakukan pendampingan. Gara-gara keduanya, anak malah rindu ingin segera sekolah. Lah, jangan-jangan di rumah ada monsternya?
Bisa jadi, dan monster itu bernama orangtua. Dari mana kita bisa menebak bahwa orangtua itu adalah monster yang ganas?
Pertama, dari ketidaknyamanan anak dalam belajar di rumah. Kedua, karena ketidaksabaran orangtua dalam mendampingi anak belajar. Ketiga, anak sering dibentak dan dimarahi dalam belajar. Keempat, peraturan di rumah sangat ketat dan anak sering dihukum. Kelima...
Sisanya tebak sendiri, ya? Barangkali kalau anak-anak sendiri yang mengemukakan alasannya secara terbuka, maka sebab-sebab adanya monster di rumah bisa jadi sampai 15. Hohoho
Sepertinya cukup mengerikan. Rumah yang sejatinya merupakan tempat paling nyaman untuk didiami dan belajar, malah berubah menjadi ruang sekap yang dijaga oleh monster ganas. Siapakah monsternya? Tentu saja orangtua yang masuk dalam kategori yang tersebut di atas.
Jika sedikit kita sandingkan dengan pola asuh, maka terkuak ciri bahwa orangtua yang tindakannya seperti monster dalam mendidik anak sudah tergolong sebagai orangtua otoriter.
Otoriter di sini adalah tindakan orangtua yang berkuasa sepenuhnya, sesukanya dan sewenang-wenang. Sebenarnya jika kita kembalikan kepada fakta bahwa semua orangtua pasti ingin anaknya bahagia dan sukses, maka pola asuh ini bisa terbantahkan dengan sendirinya.