Namanya juga palsu. Saat terima barang palsu, kita kecewa. Saat dapat uang dan ternyata palsu, kita pasti kecewa. Apalagi saat banyak janji dan perilaku kepalsuan di depan mata? Sudah pasti kecewa ini akan bertumpuk-tumpuk dan menyakitkan.
Bagi yang mampu memaklumi, barangkali timbul luapan emosi bertajuk nasihat tajam:
"Mengapa kemarin tidak diakui saja ketidakmampuan itu!"
"Mestinya kamu akui dan jelaskan saja kesalahan itu, jangan ditutupi!"
Beruntung jika seseorang, teman atau atasan bisa memaklumi. Tapi, bukankah bunga yang sudah berbangkai tidak bisa dipajang lagi? Nah, inilah yang menjadikannya berat. Membalikkan nada kepalsuan dan menggantikannya dengan irama kejujuran sangatlah sulit.
Sebuah kesalahan kecil saja bisa menghasilkan banyak hujatan, apalagi sebuah kepalsuan yang dipalsu-palsukan! Tambahlah parah dan kian susah.
Maka dari itulah, daripada memalsukan sebuah kesempurnaan lebih baik seseorang membuat kesalahan dan kemudian mengakuinya. Soal orang menerima atau tidak, itu hak dan kebijaksanaannya dalam mengikuti aturan hubungan sesama manusia.
Memalsukan kesempurnaan sama saja seperti dusta. Dusta mengarah kepada kejahatan dan bisa merugikan diri sendiri dan semua orang. Hal ini ditegaskan dalam perkataan Nabi dari Ibnu Mas'ud ra:
"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan mengantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta." HR. Muslim no. 2607
Saat kita berdusta dan kemudian dicatat oleh pihak kepolisian maupun tetangga saja sudah begitu pilu dan menyakitkan. Apalagi sampai mendapat cap dusta dari Tuhan. Jelasnya, selama matahari belum terbit dari barat, selama itu pula diri ini punya kesempatan untuk bertaubat.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H