Mulai dari kurangnya kemauan anak dalam belajar, mood anak yang cepat sekali hilang timbul, tentang anak yang cari-cari perhatian, serta susahnya menanamkan tanggung jawab agar anak mau belajar.
Hebatnya, tantangan-tantangan yang sejatinya cukup berat ini ia tutup dengan pengakuan bahwa manusia dan orangtua manapun tidak ada yang sempurna.
Terpenting bagi Meisya adalah bagaimana untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan untuk tetap mendampingi anak.
Ini hanyalah salah satu kisah orangtua yang tersadar betapa keras, berat dan mulianya pekerjaan seorang guru. Di luar sana dan didekat kita, saya yakin masih ada begitu banyak orangtua yang sadar akan beratnya peran guru dalam mencerdaskan seorang anak.
Untuk itulah, sebelum ingin mengkritik kinerja guru, sebelum ingin meremehkan bahkan menghina guru, periksa dulu pada hati kita masing-masing.
"Sudah sejauh apa penghargaan yang mampu kita berikan kepada guru?"
"Sudah ingatkah kita, bahwa kehebatan hari ini tidak lepas dari peran besar seorang guru?"
Masing-masing kita mungkin sudah punya berlembar-lembar kertas untuk menjawab dua pertanyaan ini. Bahkan, tidak cukup hanya menjawab, tanpa sengaja kita juga sudah berkirim doa agar para guru selalu kuat, sehat dan istiqomah dalam mencerdaskan anak bangsa.
Perilaku bertajuk kesadaran seperti ini tentulah sangat baik untuk ditinggikan. Keluhan memang ada, dan itu adalah kewajaran. Tapi, kesadaran bahwa profesi guru itu mulia semestinya juga bisa dijadikan sebuah kewajaran.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H