Bisa dibayangkan bagaimana pertemuan pertama mereka sebelum menjalin hubungan. Laki-laki tidak jarang akan bergaya lebih tinggi dari kemampuan aslinya, dan perempuan yang ingin ia temui akan mengobrak-abrik penampilannya agar selalu terlihat cantik.
Kadang, setiap pertemuan selalu ada coklat yang datang, selalu ada bunga mawar yang datang, dan selalu ada traktiran jajan sesudahnya. Ujung-ujungnya? Bosan dan putus.
Begitu pula dengan sosok laki-laki yang punya gaya gombal tinggi untuk meraih hati seorang perempuan. Dan, perempuan yang tidak kuat hati akan mudah luluh termakan gombal. Sama saja, ini pula cinta monyet yang hanya akan bertahan sekejap saja.
Rasanya, kisah ini tidak begitu bersebrangan seperti apa yang dialami seorang karyawan di ruang kerja. Kadang, seseorang yang sudah terlanjur bergaya tinggi di awal jumpa dengan bos akan terus menutupi gaya tingginya agar selalu terlihat sempurna tanpa cacat.
Akhirnya, kalau tidak susah sendiri maka akan lahir banyak kebohongan. Kebohongan pertama akan disimpan dengan cara melahirkan kebohongan kedua, ketiga, terus-menerus seperti itu. Tak penting berapa banyak kebohongan, terpenting tidak ketahuan.
Inilah yang kadang begitu bahaya. Jika gaya berupa penampilan fisik yang terlanjur ditampilkan di awal, maka seseorang akan kesusahan mencari materi untuk memoles penampilannya.
Sedangkan jika gaya berupa etika yang terlanjur ditampilkan untuk sekadar mencari perhatian, maka kalau tidak dicap muka dua seseorang akan dicap sebagai penjilat.
Maka dari itulah, penting kiranya tampil apa adanya di awal jumpa. Jujur saja, tidaklah berdosa kiranya jika seseorang mau mengakui kesederhanaannya, ketidakmampuannya serta kesalahan-kesalahan yang ia belum tahu cara memperbaikinya.
Jika diakui, rasanya tidak akan ada banyak orang yang menghina. Malahan, akan lebih banyak rekan yang bersedia membantu, termasuk atasan kita sendiri, walaupun memang lingkungan kerja itu menuntut agar para pekerjanya selalu siap kerja.
Tapi, lagi-lagi pekerja juga manusia. Manusia biangnya salah, dan kesalahan akan selalu dan senantiasa pernah dilakukan oleh manusia.
Bayangkan ketika kesalahan itu tidak segera diakui, malah ditutupi. Bisa jadi akan muncul kesalahan-kesalahan lain, dan jika terbongkar rasanya akan begitu sakit dan mengesalkan. Mengapa tidak dari dulu diakui? Menderita ujungnya.