Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Harapan Mas Nadiem kepada Sekolah, "Lahirkan Pelajar Pancasila!"

12 Maret 2020   22:49 Diperbarui: 12 Maret 2020   22:53 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mas Nadiem menghadiri acara Hari Mendongeng Nasional di Perpustakaan Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Selasa (26/11/2019). Kompas.com

Merdeka Belajar, tepatnya pada 10 Maret 2020 gagasan besar Kemendikbud ini sudah memasuki episode 4. Judulnya adalah "Program Organisasi Penggerak" yang memiliki tujuan utama meningkatkan kualitas SDM ranah pendidikan.

Dalam program yang masih berpayung Merdeka Belajar ini, Kemendikbud rencananya akan melibatkan organisasi masyarakat dan relawan yang concern pada mutu dan kualitas pendidikan.

Komitmennya lagi-lagi jelas untuk meningkatkan kualitas hasil belajar siswa di seluruh Indonesia, baik di pusat maupun di daerah.

Untuk menggapai cita ini, dalam beberapa tahun ke depan Kemendikbud akan mendorong lahirnya ribuan "Sekolah Penggerak" yang mampu mendemonstrasikan kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership).

Fokus utamanya dilayangkan kepada kepala sekolah dan guru terutama untuk memaksimalkan pembelajaran di sekolah. Jika nanti sudah mantap, maka sekolah-sekolah ini bisa jadi penggerak bagi sekolah lain untuk berkemajuan.

Mas Nadiem mengutarakan bahwa di dalam sekolah penggerak terkandung tiga hal yang masing-masing sudah dilakukan baik oleh kepala sekolah, guru dan siswa. Tiga hal ini adalah banyak tanya, banyak coba dan banyak karya.

Lebih lanjut, Mas Nadiem seperti yang telah dirangkum oleh Kompas, mengungkapkan ada 4 ciri utama sekolah penggerak:

  1. Memiliki kepala sekolah yang mengerti proses pembelajaran siswa dan mampu mengembangkan guru
  2. Berpihak pada siswa
  3. Menghasilkan profil Pelajar Pancasila
  4. Adanya dukungan komunitas yang mendukung proses pendidikan di dalam kelas

Menimbang 4 ciri sekolah penggerak, tampaknya tujuan utama Mas Nadiem yang perlu jadi perhatian adalah menghasilkan Pelajar Pancasila.

Dibandingkan menghasilkan kepala sekolah, metode pembelajaran maupun komunitas yang bisa jadi penggerak, tujuan mencetak profil Pelajar Pancasila merupakan hal yang cukup berat.

Mengapa berat? Lagi-lagi kita berbicara soal karakter, dan karakter kali ini merupakan buah dari pengamalan Pancasila.

Terlebih lagi saat kita menyibak sedikit saja wajah pendidikan hari ini, tampak jelas banyak fakta permusuhan di kalangan pelajar, perundungan, degradasi adab kepada orang tua dan guru, hinggalah muncul tindakan asusila.

Kenyataan ini begitu pelik dan runyam jika kita rekatkan kata pelajar dengan generasi penerus bangsa. Terang saja, tanpa karakter yang mantap, para generasi penerus malah akan membuat NKRI pontang-panting mencapai kedamaian.

"Pelajar Pancasila, Lahirlah!"

Ilustrasi upaya melekatkan nilai-nilai Pancasila sejak kanak-kanak di wilayah Yogyakarta.(KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO)
Ilustrasi upaya melekatkan nilai-nilai Pancasila sejak kanak-kanak di wilayah Yogyakarta.(KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO)

Pelajar seperti apa yang diharapkan bangsa ini? Jawaban Mas Nadiem adalah Pelajar Pancasila. Tidak dimungkiri, jika ingin membenahi karakter, maka kita perlu kembali menggaungkan nilai-nilai dalam Pancasila.

Pancasila, kesemua nilainya sangat penting untuk dirasukkan ke dalam hati dan tingkah laku para pelajar bumi Indonesia. Walaupun pelajaran Pancasila sudah dipadatkan menjadi Pendidikan Kewarnegaraan (PKN), tetap saja butir nilainya tidak boleh diabaikan.

Dan dalam program sekolah penggerak ini, Mas Nadiem mengharapkan lahirnya Pelajar Pancasila yang memiliki 6 profil utama, yaitu Berakhlak Mulia, Kreativitas, Gotong-royong, Kebhinekaan Global, Bernalar Kritis, dan Mandiri.

Secara pribadi, penulis mengapresiasi Mas Nadiem karena sudah menyebutkan akhlak mulia sebagai profil pertama Pelajar Pancasila. Berarti Mas Nadiem sudah paham betul bahwa akhlak pelajar merupakan hal pertama yang harus dibenahi.

Jika kita menilik kembali 6 profil utama Pelajar Pancasila ini, sebenarnya jika seorang pelajar sudah memiliki akhlak mulia maka profil berikutnya hanya tinggal manut saja.

Sikap gotong-royong, kebhinekaan global dan kemandirian, ketiganya merupakan tindak lanjut dari akhlak mulia. Bagaimana mungkin pelajar bisa berbhineka secara global jika belum mantap akhlaknya.

Terang saja, kebhinekaan global diwujudkan dalam tindakan saling menghormati keberagamaan dan toleransi terhadap perbedaan. Hormat dan toleran juga merupakan wujud dari akhlak mulia.

Kalau soal profil kreativitas dan bernalar kritis, rasanya pelajar hanya perlu membiasakan berliterasi dan sering-sering diajak memecahkan masalah.

Lalu, bagaimana kita dan Mas Nadiem bisa mewujudkan pelajar dengan profil Pancasila ini? Lagi-lagi pertanyaan ini mesti kita timpakan kepada program sekolah penggerak.

Jika program ini nantinya berhasil memunculkan sekolah penggerak yang berisikan kepala sekolah yang berkompeten, guru yang super, serta komunitas lingkungan yang mendukung penuh, maka perwujudan lahirnya Pelajar Pancasila bisa segera diwujudkan.

Untuk itulah, tidak hanya sekadar partisipasi "orang dalam sekolah" saja untuk melancarkannya, melainkan juga butuh kontribusi publik.

Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus Kemendikbud, Praptono mengungkapkan bahwa Kemendikbud mengundang organisasi masyarakat, tokoh masyarakat, hingga orang tua untuk berkontribusi.

 "Kita butuh partisipasi publik untuk berkontribusi meningkatkan pelayanan pendidikan. Kita perkuat keberdayaannya dari dukungan masyarakat," Ucapnya pada 10 Maret 2020.

Jujur saja, saat pendidikan mulai didekatkan dengan organisasi masyarakat, saat itu pula kita mulai was-was. Terlebih lagi dengan adanya kucuran dana hingga ratusan milyar untuk program ini.

Namun, untuk mengusir kekhawatiran ini, sudah semestinya pengawasan terutama bidang keuangan dan pelaksanaan diperketat agar nantinya program ini tidak disebut sebagai "proyek bakar uang" semata.

Sebenarnya lagi, penulis malah lebih setuju jika kontribusi publik ditujukan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih baik dan nyaman.

Misalnya dengan melibatkan para pelajar untuk berkewajiban mengikuti kegiatan gotong-royong di lingkungannya, mengajak para pelajar mendalami kearifan budaya lokal, pemantapan bahasa daerah, serta praktik-praktik materi muatan lokal.

Terang saja, kegiatan-kegiatan seperti ini sudah mulai punah implementasinya hingga mengakibatkan para generasi muda tidak begitu mengenal budaya di daerahnya sendiri. Katanya cinta NKRI dan berideologi Pancasila?

Akan lebih baik jika Kemendikbud memantapkan koordinasi kerja bersama pemerintah daerah setempat untuk menyelenggarakan pendidikan. Wujudnya juga masih sama, yaitu melahirkan Pelajar Pancasila.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun