Kekhawatiran yang muncul tidak lain adalah stigma dari masyarakat tentang KPAI. KPAI meski mulai menata kembali kinerja mereka, setidaknya untuk memperbaiki nama baik organisasi dan mengikis stigma masyarakat.
Jelas saja, kita masih ingat beberapa waktu yang lalu pihak KPAI pernah memberikan pernyataan bertajuk blunder dengan menyebut bahwa bisa terjadi kehamilan dalam kolam renang, meskipun tiada hubungan secara fisik. Viral, dan saking viralnya kita terus teringat dengan KPAI.
Belum berlari jauh dari kasus pengeroyokan guru oleh siswa, agaknya ke depan perlu ada penjelasan dan penguatan ulang tentang perlindungan hukum bagi guru. Jujur, guru sebagai pelayan publik juga punya hak untuk dilindungi, hak memiliki rasa aman.
Hal ini sudah tertera dalam UU Nomor 14 Tahun 2005, tepatnya pada pasal 39 ayat 3. Isinya:
"Guru berhak mendapatkan perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain."
Menimbang dari kasus pengeroyokan seperti yang dikisahkan di awal tulisan ini, maka sosialisasi, penguatan dan implementasi dari hak perlindungan hukum bagi guru patut untuk kembali digaungkan daripada sekadar ingin merevisi UU ini sendiri.
Dan terakhir, jikalau nantinya setelah tulisan ini tayang dan KPAI merespon kasus penganiayaan guru oleh siswa, maka pasal 39 ayat 3 dari UU Nomor 14 Tahun 2005 bisa dijadikan salah satu rujukan, agar nantinya tidak mudah menyalahkan guru.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H