Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

100 Hari Kerja Nadiem: Menanti Kejelasan Arah dan Transformasi Pendidikan Kita

29 Januari 2020   23:00 Diperbarui: 30 Januari 2020   16:18 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski demikian, di sisi lain guru juga mulai dilanda kebingungan. Lagi-lagi bertanya formatnya akan seperti apa, poin yang dimasukkan apa-apa saja, dan bla bla bla.

Kiranya ini bukanlah kemerdekaan yang harapkan karena sejatinya kejelasan arah itu belum dijelaskan. Padahal, Mendikbud sendiri yang mengatakan bahwa terkait dengan RPP guru bisa mengembangkannya sendiri. Tampaklah kesan di sini, begitu susahnya mengubah mindset.

Jangan lupa juga dengan UN. Beberapa bulan lalu, kebijakan Merdeka Belajar Mas Nadiem dipopulerkan dengan nama "Wacana penghapusan UN " hingga banyak berita berjudul "UN dihapuskan!". Padahal, sejatinya UN bukan dihapus melainkan diganti sistem penilaiannya.

Akibatnya, banyak siswa dan guru yang bahagia hingga beranggapan bahwa sekolah tanpa UN akan lebih menyenangkan. Boleh sih bahagia, tapi lagi-lagi mindsetnya salah.

Yang tepat adalah, dengan digantinya UN maka opsi penilaian akhir lebih variatif dan tidak hanya berdasarkan skor kognitif lagi. Semua dikembalikan kepada sekolah, karena memang sekolah yang lebih tahu dan paham tingkat kemampuan serta kompetensi siswanya.

Perihal Kampus Merdeka juga demikian. Dibalik apresiasi, muncul juga opini bertajuk kontroversi.

Salah satunya, opini yang datang dari Rektor Universitas Ibnu Chaldun, Musni Umar. Beliau menyebut kebijakan terbaru Nadiem itu pada satu sisi membawa kebaharuan dan prospek bagi kemajuan PTN (Perguruan Tinggi Negeri) dan PTS (Perguruan Tinggi Swasta). Akan tetapi, kenaikan itu akan mengubur ribuan PTS.

Opini ini beliau dasarkan atas lima alasan, yaitu:

  1. PRS kecil dan menengah harus bersaing bebas dengan PTN beranggaran besar serta PTS milik konglomerat.
  2. Ribuan PTS kecil dan menengah akan semakin sulit memperoleh mahasiswa dengan jumlah yang diharapkan.
  3. Akan terjadi konglomerasi perguruan tinggi oleh PTN dan PTS yang didirikan para konglomerat.
  4. PTS kecil dan menengah akan semakin terpinggirkan.
  5. Kebijakan Mas Nadiem akan mengakibatkan ribuan PTS bubar karena tidak mampu bersaing bebas.

Sejatinya banyaknya opini ini tidaklah mengapa karena bisa dijadikan pertimbangan sembari menyusun detail kebijakan Kampus Merdeka. Lagi-lagi ini adalah soal menanti kejelasan arah. Mau dibawa ke mana kampus-kampus dan mahasiswa, Mas Nadiem kiranya dapat bergerak cepat dan memberi sedikit tuntunan.

Untuk menjelaskan tentang arah dan transformasi pendidikan ini agaknya Mas Nadiem perlu melahirkan payung hukum yang tahan lama baik tentang kebijakan Merdeka Belajar maupun Kampus Merdeka. Lagi-lagi ini sekaligus tentang cara mengubah mindset.

Banyak dari publik tahunya ganti menteri maka ganti pula kebijakan dan peraturan. Akhirnya kebijakan-kebijakan jangka panjang mudah sekali kandas hanya karena ganti menteri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun