Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Jangan Malu Promosi Dagangan di Medsos, Biaya Hidup Tidak Ditanggung oleh Negara!

29 Januari 2020   18:12 Diperbarui: 1 Februari 2020   08:19 4610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Syukurlah, akhirnya orderan pempek dari Ibu Wati sudah sampai. Semoga suka ya, Bu! Jangan bosan belanja di lapak kami..."

Rasanya hampir setiap hari kita temui postingan seperti ini di media sosial. Entah itu terlihat di story Facebook, Instagram, Whatsapp, Twitter maupun media online lain, semuanya muncul bertumpuk-tumpuk setiap menitnya.

Barangkali, beberapa orang yang sejatinya sering kepo dengan story pernah menemui titik kebosanan karena berkali-kali harus melihat suguhan dagangan teman.

Ada yang mengumbar testimoni, promosi barang baru, memberitakan pindah lokasi, hingga diskon-diskon yang menggoda. Kadang, beberapa darinya malah memusingkan dan mengajak jempol ini untuk segera menutup laman media sosial atau mencari story teman lain.

Dari sini ada ketakutan tersendiri bagi sebagian pegiat usaha. Jangan-jangan nantinya mereka terlalu banyak mengumbar postingan. Jangan-jangan nanti sebagian netizen menganggapnya spam dan dihampiri komentar unfaedah.

Dan, jangan-jangan pandangan orang malah merendah hingganya pedagang tadi merasa turun wibawa.

Terang saja, tidak semua sarjana yang tamat hari ini bisa segera dapat pekerjaan yang mensejahterakan. Ada banyak dari mereka yang berlabuh asa sebagai honorer, kontraktor, dan tidak sedikit pula yang membuka usaha dagang. Modalnya? Nekat, sembari abai dengan gengsi.

Namun lagi-lagi modal nekat seseorang untuk berlabuh menjadi pegiat usaha dagang sering pula tergerus oleh gengsi. Malu dengan keadaan dirinya, dan malu saat membandingkan dirinya dengan sarjana lain yang hari ini sudah jadi honorer keren.

Medsos Punya Potensi Besar Mengembangkan Usaha Dagang

Beberapa hari yang lalu saya pernah ditanya oleh seorang rekan lama yang hari ini selalu giat mengembangkan usaha pempeknya.

Kami dulunya berteduh di ruang kerja yang sama, yaitu sebagai honorer di sekolah. Namun, gejolak hidup agaknya membuat rekan saya menambah asa dengan membuka kedai pempek di dekat rumahnya.

Ia pun bertanya:

"Tidak apa-apa kan dek jika ayuk sering promosi dan posting testimoni di Medsos?"

Terang saja, ia menduga jangan-jangan promosi yang dilakukan mengarah ke perbuatan riya' alias pamer. Langsung saja saya jawab "Tidak mengapa, yuk!", karena memang tiada unsur pamer yang terlihat.

Ilustrasi promosi di medsos. | Sumber: progresstech.co.id
Ilustrasi promosi di medsos. | Sumber: progresstech.co.id
Di Whatsapp dan Facebook ia sering memposting jadwal buka kedai, variasi pempek yang dijual hari ini, testimoni rasa dan pembeli yang memborong dagangan, hingga doa-doa agar pelanggan semakin suka dan usaha pempeknya meningkat.

Agaknya tiada yang salah dari promosi usaha yang ia lakukan. Jujur saja, hari ini medsos punya potensi yang besar dalam mengembangkan usaha dagang. 

Tidak efektif lagi jika seorang pegiat usaha harus terus membuat ratusan brosur dan pamflet untuk kemudian disebarkan di pinggir jalan.

Selain buang-buang biaya, waktu juga akan tersita. Toh, orang sudah malas menyimpan brosur karena gambar dan foto di media sosial lebih menarik dan menggoda.

Inilah salah satu manfaat terbesar dari media sosial, yaitu menjadi ladang promosi bagi setiap orang yang mau mengembangkan usaha dagang. Tentunya usaha yang baik-baik, ya!

Siapa yang Berusaha Lebih, Hasilnya Juga akan Lebih

Rajin promosi di media sosial sejatinya merupakan bagian dari usaha. Selain menarik pelanggan, para pegiat usaha dagang juga akan memiliki banyak teman baru.

Jika sudah ada pelanggan yang chat di Whatsapp misalnya, otomatis beberapa saat kemudian nomor pelanggan tadi akan di save hingga ia akan selalu melihat postingan-postingan terbaru dari pegiat usaha tadi.

Begitu pula dengan jenis medsos lainnya, selama pegiat usaha dagang bisa menjalin hubungan baik dengan para pelanggannya, selama itu pula peluang usahanya bisa berkembang.

Dari sebanyak itu teman medsos, pastilah ada beberapa darinya yang tertarik dengan promosi dagang. Barangkali, tertarik hari ini belum tentu langsung mau membeli hari ini. Bisa jadi nanti setelah gajian bulan depan pelanggan akan membeli.

Maka dari itulah promosi sebaiknya tetap digiatkan. Tidak perlu sampai ratusan postingan tiap hari. Lima postingan mungkin cukup, asalkan rajin dan tidak terkesan spam.

Mereka yang tidak suka atau berkomentar negatif terhadap suatu promosi dagang bisa jadi sedang galau ataupun punya masalah lain yang bikin ruwet pikiran. 

Jika pikiran sudah ruwet maka perasaan dan kegiatan juga akan serba ruwet. Akhirnya? Tinggal cari pelampiasan. Hmmm.

Tapi, alangkah repotnya diri ini jika harus terus menebak apa alasan orang hingganya tega berkomentar negatif dengan promosi. Jelas-jelas itu adalah usaha untuk menjemput rezeki, hanya tinggal menghargai.

Tak Usah Malu Berusaha, Biaya Hidup Tidak Ditanggung Oleh Negara

Nyatanya apapun usaha itu mesti diiringi dengan kerja keras, kesabaran, dan selip-selip doa. Jika pegiat usaha dagang hanya mengandalkan doa dan sabar, kapan rezeki itu bisa bertamu? Rezeki mesti dijemput dengan usaha dan kerja keras.

Jika hanya berharap bahwa suatu hari nanti pemerintah akan menanggung sepenuhnya biaya hidup rakyat, maka entah kapan harapan itu bisa terkabul.

Indonesia masih punya banyak utang, dan malahan keberadaan pegiat usaha dagang mandiri inilah yang menolong perekonomian Indonesia.

Terang saja, jika kita menilik data per 2018 ternyata sektor UMKM menyumbang Rp8.400 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut setara dengan 60% dari Rp14.000 triliun PDB Indonesia di 2018. Selain itu, UMKM juga telah menyerap 121 juta tenaga kerja.

Setidaknya, data ini telah menunjukkan kontribusi pegiat usaha dagang cukup besar. Adanya mereka juga sekaligus menunjukkan bukti bahwa rakyat ini tidak melulu berharap hidupnya ditanggung oleh negara.

Seluruh pegiat usaha mesti bangga dengan hal ini, hingganya tak perlu malu untuk sekadar posting dagangan dan promosi di medsos. Selama barang dagangan yang dijual bermaslahat, selama itu pula pegiat usaha ikut memaslahatkan semua orang.

Hanya saja, promosi medsos butuh strategi. Jangan sampai malah dianggap spam hingganya barang dagangan malah tidak laku. Jangan pula posting promosi yang sama di setiap menitnya, karena orang akan bosan. Dan terakhir, jangan sampai menghina merek dagang lain, nanti ada yang kecewa.

Carilah waktu yang tepat untuk promosi di medsos. Konten yang dipromosikan tidak usah terlalu banyak, yang penting berkualitas dan enak dipandang. 

Selain itu pegiat usaha juga bisa meniru cara promosi produk-produk lain yang sudah keduluan eksis.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun