Sadar atau tidak, ternyata hari ini kita sudah berada di abad 21. Agaknya semua mengalir begitu saja, termasuklah tentang aliran sungai pendidikan. Yang mau maju, silahkan. Yang mau tertinggal, hati-hati jangan sampai punah. Jika tidak mau punah, maka sekaranglah saatnya berevolusi.
4.0, sebuah angka yang kiranya bisa menjadi momok tersendiri terutama bagi pendidikan di sekolah 3T. Terang saja, selain aspek ekonomi, karir dan masyarakat, revolusi 4.0 perlahan akan mengubah target pendidikan kita. Â Lalu siapakah yang sudah siap? Tentu saja sekolah-sekolah yang sudah punya persiapan.
Mau tidak mau, seluruh sekolah mesti menggeser paradigma belajar para siswanya. Bukan hanya sekadar pandangan sederhana tentang mengajar, tapi juga ke arah yang lebih esensial yaitu tentang konsep pendidikan itu sendiri.
Akhirnya digaungkanlah konsep Learning and Innovation Skills 4Cs yang diharapkan bisa menunjang lingkup belajar agar lebih luas dan mampu menghadapi angin revolusi 4.0.
Mau tidak mau, pendidikan kita harus kejar tayang dengan kompetensi. Siswa hari ini mulai dituntut kritis agar nanti bisa menyelesaikan masalah yang hari ini belum ada. Selain itu, mereka juga dituntut inovatif agar nanti bisa menemukan pengganti pekerjaan-pekerjaan hari ini yang akan segera punah.
Dan juga, jangan lupa dengan kewajiban melek teknologi yang menjadi ciri utama belajar di abad 21. Ini sungguh tantangan besar bagi pendidikan kita, terlebih lagi bagi sekolah 3T yang mungkin sampai hari ini masih samar-samar dengan teknologi.
Lagi-lagi awas, pendidikan di sekolah 3T maupun di seluruh Indonesia jangan sampai lengah. Pemerataan pendidikan kiranya harus terus digenjot seiring dengan peningkatan pendidikan inklusif. Ini tantangan dan tugas pemerintah.
Sedangkan tantangan dan tugas sekolah 3T adalah bagaimana memaksimalkan konsep Learning and Innovation Skills 4Cs, terlepas dari minimnya sarana dan prasarana pendidikan.
Konsep Learning and Innovation 4Cs dan Tantangannya Bagi Sekolah 3T
Terang saja, jika ingin menerapkan kelas maya atau ikut-ikutan generasi Z menggunakan video dalam pembelajaran, agaknya sekolah 3T belum mampu mengejar itu. Akhirnya, gurulah yang dituntut kreatif, tanpa keluh, dan berusaha menghadirkan konsep yang sama dengan rasa yang berbeda.
Kembali ke Learning and Innovation 4Cs. Konsep ini menekankan pada 4 kegiatan penting siswa yang meliputi critical thinking, communication, collaboration, creativity yang berbasis problem solving dan innovation.
Dalam menerapkan Critical thinking siswa mesti mampu merumuskan masalah, memberi argumen, melakukan sintesis, analisis, evaluasi, dan memberikan keputusan tentang melaksanakan atau menolak berdasarkan kejadian atau masalah yang ditawarkan oleh guru.
Hebatnya, hari ini segala informasi sudah tersedia dan terkomputasi oleh mesin sehingga tugas siswa adalah mencari tahu berbagai sumber observasi, bukan sekadar diberitahu ataupun sekadar menjawab pertanyaan.
Apakah sekolah 3T mampu? Tantangan terbesar adalah terbatasnya gerak-gerik siswa dalam mengumpulkan sumber informasi. Di saat siswa lain sudah berkeliar-keliur dengan gadgetnya, siswa 3T masih sibuk mengutak-atik buku lama sembari menanti tersalurnya sinyal serta terpenuhinya sarana dan prasarana sekolah.
Literasi tetaplah literasi, walau belum berbasis digital yang penting gairahnya masih terus ada. Makin sering siswa berliterasi, makin mudah guru dalam mengaplikasikan HOTS dalam pembelajaran.
Kemudian tentang Communication. Di manapun siswa berada, mereka dituntut untuk bisa menyampaikan informasi secara jelas, berikut dengan ide dan konsep yang utuh baik secara lisan maupun tulisan.
Tidak terlalu berat, bahkan sekolah 3T pun mampu mengaplikasikannya. Guru hanya perlu membiasakan siswa terlebih dahulu menjadi pendengar yang efektif, barulah kemudian disilahkan mengomunikasikannya dengan efektif pula.
Selanjutnya adalah Collaboration. Belajar dengan berkolaborasi adalah ciri khusus pendidikan abad 21. Terang saja, hari ini pembelajaran yang berpusat pada guru sudah terkesan kuno dan tertinggal.
Jika terus-terusan guru yang menjadi pusat pembelajaran, mereka bisa digantikan dengan video pembelajaran maupun kelas maya. Padahal, keberadaan guru tetap penting di dunia nyata terutama untuk mengejar pembiasaan karakter dan pengalaman siswa terhadap dunia nyata yang digelutinya.
Hari ini, sudah saatnya siswa 3T sering bertukar ide dengan sesamanya, mengungkapkan gagasan-gagasan kelompok, mengorganisasi, serta menciptakan pengalaman baru dalam belajar. Guru cukup jadi fasilitator, motivator, dan penunjuk arah ke mana seharusnya siswa tetap berlabuh.
Dan terakhir, Creativity. Creativity alias kreatif adalah hasil dari kolaborasi pengetahuan dan keterampilan. Di dalamnya ada ide-ide baru nan unik yang bisa berkontribusi lebih di kehidupan nyata, khususnya sebagai solusi dari berbagai kasus dalam materi pembelajaran.
Seorang guru pasti bahagia jika siswanya berdedikasi, aktif dalam belajar, memunculkan banyak jawaban, panjang akal, terbuka dengan pengalaman baru, hasrat keingintahuan yang besar, hingga kemauan untuk terus meneliti.
Lagi-lagi kembali kepada literasi di mana siswa mesti banyak baca, banyak tahu informasi agar pemikiran mereka tidak terbelenggu dengan isi buku semata. Media digital sebenarnya akan berperan sangat penting di sini, tapi apa daya sekolah 3T.
Namun, terlepas dari itu semua setiap sekolah 3T tetap bisa memajukan dirinya dengan meninggikan Local Wisdom alais kearifan lokal. Pendidikan abad 21 juga memprioritaskan skill bekerja, hingganya masing-masing sekolah dapat memaksimalkan potensi siswa demi kemajuan daerahnya.
Sederhananya, paradigma belajar abad 21 adalah mengalami dan merasakan. Siswa belajar, bukan lagi diajar. Ketika siswa mengalami dan merasakan sebuah pembelajaran, mereka dapat memahami sesuatu hal karena manfaat yang telah mereka rasakan.
Sekolah 3T mampu untuk menghadapi ini walau dengan keterbatasan-keterbatasan yang hari ini mereka miliki. Bahkan, keterbatasan itulah yang bisa menjadi dalil utama untuk lebih berkembang dan tidak lembek dengan situasi.
Jika melulu menunggu penyetaraan, entah sampai kapan. Toh, kebijakan bisa saja berubah-ubah tapi dampaknya belum tentu semudah download, install, lalu upgrade aplikasi. Tetaplah mewujudkannya dari hal-hal yang sederhana.
Sumber bacaan. Learning and Innovation 4Cs
Salam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI