Kalau menghadiri undangan pesta pernikahan, milenial pada baper nggak, sih?
Bohong besar jika semua pada jawab "Tidak", hahaha. Biarpun sosok yang menikah hanyalah teman, tetangga ataupun orang baru dikenal dan selama ini tidak pernah menaruh rasa, tetap saja ada perasaan yang berlarian di sekitar hati.
Terlebih lagi jika selama ini tetangga, teman, atau orang yang baru dikenal itu tidak pernah kelihatan gelagatnya mau menikah. Selama yang ditemui, ia adem-adem saja. Jalan dengan pacar pun tidak pernah, karena memang kita tahunya dia tidak punya pacar.
Dan dalam waktu yang tak terduga itu, tiba-tiba saja dia mengundang:
"Friend, tolong datang ya tanggal 20 Januari nanti... Akadnya tanggal 19, kalau bisa tolong datang ya!"
Sontak saja kagetnya begitu terbelalak. Mungkin beberapa minggu yang lalu si milenial ini masih ingusan dan sibuk meniti karir. Tapi ya, jika jodoh sudah bertamu tiada apapun yang bisa menghalanginya.
Perihal orang yang baru dikenal, kebetulan beberapa bulan lalu saya pernah diundang rekan kerja baru dalam rangka pesta perkawinannya. Hebatnya ini juga dadakan, karena selama 2 bulan awal kami bekerja dalam SD yang sama, tidak ada tanda-tanda ia mau menikah.
Tapi, nyatanya ia malah menikah. Sistemnya zonasi pula! Bagaimana tidak, calon suaminya ternyata adalah orang dekat rumah. Bayangkan, rumah rekan saya dan calon suaminya hanya selisih satu rumah. Sungguh benar, jodoh tidak bisa kita tebak. Jadi jangan terlalu dalam rasa dan juga terlalu dalam benci ya! Hohoho
Dalam acara pernikahannya, kebetulan saya ditugaskan menjadi Qori' alias pembaca Kalam Ilahi sebelum akad. Waktu itu, segenap pihak mempelai berikut dengan saya berada di dalam ruangan sehingga nuansanya berdebar dan panas.
Setelah tugas saya selesai, akhirnya masuk ke sesi akad alias ijab kabul. Suasana segera hening dan detak jantung kedua mempelai mungkin sudah terdengar oleh penghulu.
Dug...Dug...Dug, akad selesai dan yang terdengar kuat adalah teriakan "Sah". Sontak saja mempelai perempuan dan beberapa wanita yang berada di dekat saya menjatuhkan air mata bahagia. Saya? Ohh, saya tidak ya! Hihihi
Tapi, jujur saja setelah lewat akad mereka saya jadi ikut baper. Tidak terbayangkan begitu bahagianya mereka, dan kapan ya bahagianya saya. Mungkin perasaan seperti ini dialami oleh sebagian besar milenial yang belum bertemu dengan jodohnya.
Bagi Milenial, Isi Amplop Bukanlah Masalah
Karena kebahagiaan yang menggebu, tidak jarang milenial begitu baik dalam hal memberi hadiah. Terlebih lagi jika itu adalah teman sejak SD, sahabat ketemu besar, hingga atasan kerja, pasti hadiahnya banyak dan isi amplop lumayan besar.
Makanya tidak jarang jika sahabat atau teman lama yang request hadiah:
"Zy, kalau ayuk nikah nanti kadonya kompor gas ya!"
"Zy, datang ya tanggal segini. Jangan lupa kado ayuk kulkas, yang kecil aja. Hehehe"
Hehehe..... Whattttt? Memang begitu hebatnya punya teman dan sahabat yang baik ya, hingganya bisa request hadiah.
Tapi, jika demi sahabat maupun orang penting dalam hidup agaknya hadiah bukanlah soal. Berapapun isi amplopnya nanti akan berbalik. Makin banyak isi amplop, makin besar beban si dia untuk bertandang ke pernikahan kita. Selama belum pindah negara tapi, ya! Hohoho
Memang lagi-lagi mesti menyesuaikan dengan isi kantong, tidak terpungkiri. Jika hari ini mampunya hanya selembar biru, apa mau dikata. Atau, jika hanya kado berisikan alat pecah-belah, bingkai foto, maupun selimut juga bukanlah soal.
Toh, si sahabat tadi lebih bahagia jika orang-orang yang ia undang datang. Dan mungkin, begitu juga nanti dengan harapan para milenial yang belum menikah.
Milenial Lebih Khawatir Jika Tidak Punya Teman Kondangan
Bagi orang-orang yang sudah berkeluarga, saat undangan pernikahan tiba agaknya mereka hanya tinggal membulatkan tanggal di kalender. Tanggal ini nikahan si A, tanggal itu nikahan si B.
Pikiran yang datang kemudian dan mungkin jadi kekhawatiran mereka hanyalah tentang bagaimana caranya menyisihkan uang untuk beli ayam, beli beras, maupun beli kelapa. Jikapun dirasa kondisi keuangan sedang surut, barangkali amplop saja sudah cukup.
Mereka juga tidak khawatir tentang siapa yang akan menemani kondangan. Jauh-jauh hari suami sudah ingatkan isteri, begitu pula sebaliknya. Atau jika memang kepepet, maka salah satu dari mereka bisa berangkat bersama dengan tetangga atau kerabat lain yang juga diundang.
Berbeda dengan mereka yang sudah berkeluarga, milenial malah lebih khawatir dengan teman kondangan daripada isi amplop. Terang saja, secara perasaan milenial keburu gengsi datang sendiri ke pesta pernikahan. Beda dengan orang-orang tua yang dengan PD-nya datang sendiri.
Bahkan, ada beberapa milenial yang hanya datang sebentar ke pesta pernikahan. Datang, isi absensi buku tamu, masukan amplop lalu pergi. Ucapan selamat? Jangankan ucapan, makan pun tidak. Apa enaknya makan tanpa ada teman kondangan.
Yang datang sendiri pun sudah termasuk hebat dan tahan malu. Malahan, ada yang hanya titip amplop dengan teman lain karena memang sudah tidak dapat lagi teman kondangan.
Teman kuliah mau diajak, kadang sibuk dengan tugas. Teman kerja mau diajak, kadang sudah ada pasangan dan pacar. Kenalan baru mau diajak, nanti malah tersebar fitnah dapat pacar baru. Ya, mau bagaimana lagi.
Kalau kasusnya memang sudah pelik seperti ini, solusi terbaik bagi milenial adalah mencari teman-teman sejawat yang juga belum menikah dan belum punya pasangan. Bukan sekadar untuk diajak berpasangan, melainkan agar bisa pergi kondangan berbarengan.
Jika teman-teman sejawat pada sibuk semua, maka solusi kedua ada berbarengan dengan rekan kerja. Hal ini lebih aman, dan milenial pun akan terbebas dari praduga yang absurd. Rekan-rekan kerja biasanya berangkat kondangan dengan membawa nama instansi, dan pastinya dalam rombongan yang besar. Milenial tinggal nimbrung di sana.
Dan, jika memang kedua solusi ini tidak mendukung maka solusi terakhir adalah datang bersama keluarga. Entah itu dengan adik, dengan kakak, atau bahkan dengan ayah/ibu tetap bisa menjadi opsi yang menenangkan.
Atau, ketiga solusi ini tidak kunjung berbuah? Ya, mau bagaimana lagi. Kenyanglah makan sate di pesta pernikahan daripada makan gengsi. Tetap datang saja kali, ya?
Terang saja, kesimpulan terbaik pernikahan adalah tentang "sah", bukan "wah". Begitu pula tentang undangan pesta. Bukan tentang tebal "amplop", tapi tentang "kehadiran". Hadirnya seorang sahabat akan menimbulkan kebahagiaan yang bertumbuh bagi mereka yang sudah berjodoh.
Salam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI