Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Perpres 82 Tahun 2019 Bisa Memarginalkan Pendidikan Nonformal

10 Januari 2020   01:55 Diperbarui: 10 Januari 2020   11:17 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Kontan

Kesenjangan-kesenjangan seperti inilah yang kemudian menjadikan pendidikan nonformal sangat berguna di suatu daerah. 

Perpres Nomor 82 Tahun 2019 Bisa Memarginalkan Pendidikan Nonformal

Jika memang dihapuskan, lalu tindak lanjutnya bagaimana?

Ini adalah ungkapan pertanyaan Kak Seto selaku Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) yang menyayangkan Ditjen PAUD Dikdasmen dihapus.

"Dengan tidak adanya ini (Ditjen PAUD Dikmas) kami mempertanyakan, banyak yang cukup sukses dan ada jalur nonformal yang diterima di kedokteran UI, UGM, USU, Unhas, ITB, IPB bahkan Harvard University. Ini (lulusan nonformal) banyak sukses kok tiba-tiba tidak ada dan lalu dinaungi oleh siapa. Ini menjadi kegelisahan."

Lagi-lagi ini berangkat dari kekhawatiran dan ketakutan yang besar terhadap pendidikan nonformal yang nantinya makin terkesampingkan.

Terang saja, keberadaan pendidikan nonformal saat ini relatif lebih mandiri karena tidak terlalu bergantung dengan dana dari pusat. 

Jika minim dana, tinggal cari donatur dan sukarelawan pengajar. Selain itu, desa juga bisa memprogramkan pelatihan-pelatihan tertentu untuk mewujudkan warga yang siap kerja dan tidak buta aksara.

Mungkin desa mau memajukan kearifan budaya lokalnya, atau ingin mengembangkan produk-produk andalan di desanya. Semua ini kiranya dapat menjadi alasan yang kuat agar tetap ada badan khusus yang menaungi pendidikan nonformal.

Jika pendidikan nonformal dapat menghasilkan output yang setara dengan output dari sekolah formal, bukankah mereka sudah menjadi badan usaha amal pendidikan?

Tentu saja demikian. Toh, hanya amal yang menjadi motivasi besar pada guru dalam mendidik di daerah 3T. PNS? Barangkali akan banyak keluh jika dimutasikan ke daerah pelosok dan tertinggal.

Jika terus mengharap kepada PNS maka akan termarginalkanlah pendidikan terutama bagi anak-anak yang putus sekolah.

Mereka butuh sukarelawan, yang rela melihat mereka belajar tanpa sandal, sepatu, tas dan seragam sekolah. Biasanya, banyak anak-anak muda yang ingin mengamalkan ilmunya. Bukan gaji yang dicari, tidak juga hanya pengalaman, tapi amal dari jerih payah.

"Kami ini berjuang untuk orang-orang termarjinalkan. Untuk anak-anak putus sekolah, agar bisa kembali mendapat pendidikan." Tambah Sumarwati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun