Sinkronisasi per jenjang setidaknya telah meningkatkan efisiensi dan kesetaraan antara pendidikan formal dan nonformal.
Pentingnya Pendidikan Nonformal
Barangkali, selama ini kita masih akrab dengan pendidikan formal, informal dan nonformal. Walaupun kenal dengan ketiganya, sebagian besar orang cenderung lebih nyaman menggeluti pendidikan formal.
Terang saja, paradigma yang berkembang selama ini menunjukkan bahwa sekolah utamanya melalui jalur formal saja. Mau daftar SD, terserah mau negeri atau swasta. SMP, SMA dan SMK juga demikian. Nanti dulu soal homeschooling, dan nanti pula dengan kursus-kursus yang setara.
Padahal, pendidikan nonformal sangat penting dalam mengembangkan potensi anak. Bahkan, jika dibarengi dengan pendidikan formal, anak akan lebih terampil dan profesional.
Katakanlah seperti TK, Taman Pendidikan Al-Qur'an, Sanggar, Kursus Komputer, Pelatihan Kerja/kewirausahaan, hingga Majlis Taklim pun memiliki maslahat yang besar. Anak bisa makin sukses dengan pengetahuan dan keterampilan yang terasah, serta kecakapan diri dan sikap yang tertumbuhkan.
Jangan lupa dengan pendidikan kesetaraan. Keberadaan Paket A, B, dan C sebenarnya sangat berguna bagi kelanjutan pendidikan anak-anak yang berkesusahan untuk sekolah.
Apalagi dulu saat kelulusan siswa masih ditentukan oleh UN. Secara otomatis, siswa yang belum mencapai standar nilai UN tidak akan lulus. Lalu, apakah mereka akan mengulang di tingkat kelas yang sama sembari menahan malu?
Itu masih seukuran siswa. Bagaimana dengan mereka yang sudah mulai menua dan terganjal dengan pendidikan dasar yang belum mencapai 12 tahun?
Tidak mungkin rasanya mereka ikut duduk sebangku bersama dengan siswa yang bisa jadi lebih muda usianya daripada anak mereka. Selain itu, mereka pula sudah bekerja hingga sulit untuk membagi waktu. Hmm, di sinilah peran penting keberadaan pendidikan kesetaraan.
Lebih lanjut, keberadaan pendidikan nonformal bukan tanpa tujuan yang nyata, terlebih lagi dengan kesenjangan pendidikan yang kita derita selama ini. Antara pendidikan di pusat dan sekolah 3T belum kunjung menemui muara kesetaraan.
Minimal setiap daerah punya Pusat Kegiatan Belajar Mengajar. Siapa tahu di daerah itu sekolah formal terlalu jauh jaraknya. Siapa tahu di daerah itu banyak anak-anak yang putus sekolah, kekurangan dana dan malu karena tidak punya seragam sekolah. Atau? Persoalan sarana dan prasarana lainnya yang tidak mendukung.