Rumusan teguh pendirian itu berat agaknya layak digunakan untuk menghitung segala jenis soal kehidupan. Apalagi harapan atau jawaban dari soal itu adalah kebiasaan baik, maka kualitas diri akan benar-benar teruji.
Apakah tahan dengan timbunan kekesalan, apakah kuat melawan dorongan nafsu dunia, dan apakah mampu membiasakan diri dengan hal-hal bertajuk kebaikan semuanya akan melalui proses sebelum mendapat label Headline bernama Teguh Pendirian.
Berusaha datang kerja tepat waktu, pasti akan ada ujian berat baik itu alami maupun buatan. Hujan misalnya, walaupun alasan ini dianggap sudah basi tetap saja merupakan kewajaran yang tak tertolak. Jika hujan terus? Hmmm
Hal-hal serupa juga demikian. Apalagi jika perubahan diri ini berasal dari orang lain, karena pengaruh orang lain, serta indahnya kebaikan yang terlihat dari orang lain. Apakah itu pujian? Entahlah, mungkin sejenis rupa yang melahirkan kebanggaan.
Keteguhan diri yang semacam ini biasanya lebih cepat goyah karena tidak semata-mata lahir dari motivasi intrinsik dalam diri. Belum sempat ada kesan yang menempel di jiwa, eh sudah keduluan kabur bersama hilangnya pujian dan kebanggaan.
Makanya kata "berat" sungguh pas disematkan pada teguhnya pendirian seseorang. Terang saja, teguh pendirian bukan semata soal dewasa umur atau belum, soal menikah atau belum, ataupun soal berapa banyak strata yang dimakan.
Ini tentang proses kehidupan menjadi baik dan bagaimana membentuk kekuatan diri dalam menghalang hal-hal buruk untuk bertamu.
Yang Ringan Itu, Istirahat
Karena menjadi sosok yang istiqomah itu berat, maka yang ringan adalah istirahat atau lebih populer dengan istilah rebahan.
Lelah datang tepat waktu? Perpanjang istirahat dengan tambah masa tidur. Lelah mengerjakan tugas sekolah di awal-awal waktu? Perpanjang masa game-online sembari mendekati deadline. Lelah beribadah dan taat? Perpanjang masa gibah dan pamer ria.
Tapi, apakah seperti itu istirahat yang diinginkan?