Kalau memang sudah bertajuk kemungkaran dan merugikan orang banyak, sebenarnya tidak terlalu bermasalah karena kemungkaran harus dibasmi. Seperti halnya koruptor, perampok, serta pembunuh. Itu bukanlah aib bagi pelaku melainkan keburukan yang harus diberantas.
Beda hal dengan kejelekan diri, cacat fisik, kelainan seks, penyakit yang pernah diderita, atau keburukan-keburukan lainnya. Aib ini semestinya jangan diungkap, melainkan dimaklumi dan diakui sebagai perbedaan lagi. Yuup, toleransi.
Untuk memberantas topik-topik aib para Gibah Lovers, rasanya sang pelaku harus terlebih dahulu takut dan merenungkan hukum Tuhan terkait dengan gibah. Dalam hal ini, Allah berkalam:
"...Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya..."Â (QS al-Hujurat:12)
Bisa dibayangkan sendiri bagaimana rasanya memakan bangkai manusia. Bangkai binatang saja, kita melihatnya sudah mau muntah, apalagi bangkai saudara?
Sungguh, tegas sekali Tuhan menegur para Gibah Lovers dengan menyamakan perbuatan mereka dengan memakan bangkai. Membayangkannya saja sudah sangat jijik, apalagi bergibah sambil membayangkan teguran Allah? Ngeri!
Kemudian, kita juga harus belajar untuk berempati. Merasakan apa yang dirasakan orang lain. Orang lain dihina, maka cobalah untuk menganggap diri ini juga hina. Jika hati ini masih sehat, maka akan terasa sangat sakit sekali, dan tentunya sangat tidak ingin untuk berada di posisi tergibah.
Terakhir, kita bisa berangkat dari pujian, dan senantiasa membicarakan kebaikan orang lain. Tanpa sadar banyak orang memuji diksi buku, inspiratif buku, kebagusan film Korea, India, Anime dan sebagainya.
Saking seringnya memuji, mereka sampai lupa sisi buruk dari buku, dari tokoh utama sebuah film, maupun kelejekan makna kata-kata yang terselip dalam film. Makin kagum makin jarang waktu untuk membicarakan aib. Jangankan mau memanjangkan topik aib, baru mulai saja sudah digampar.
Coba saja diksi buku serta film-film tadi diganti dengan kekaguman tentang kebaikan orang lain. Hati pasti akan bertumbuh dan kesempatan untuk bergabung dengan pasukan Gibah Lovers semakin tertutup.
Maka darinya, tidak mengapa untuk bertindak tegas terhadap para Gibah Lovers dengan memberhentikan cerita/topik tentang aib. Sungguh, itu adalah keburukan yang nyata.