"Aii dahh, ganas nian Ibu itu Pak!"
Begitulah ucapan beberapa siswa SD yang sering mendatangi saya ketika jam istirahat. Di sekolah kami ada seorang guru yang sangat terkenal dengan sikap garangnya. Suaranya saja sudah begitu lantang hingga sampai ke seluruh sudut sekolah.
Dari situ, rata-rata siswa menganggap beliau sebagai sosok yang ganas dalam berkata, beringas dalam menegur, serta garang dalam melarang sesuatu hal yang dianggapnya buruk.Â
Walau demikian, siswa tetap selalu bersalaman dengan beliau baik saat tiba maupun pulang sekolah. Tapi agaknya siswa jarang sekali tertawa. Hohoho
Beliau yang menjabat sebagai guru kelas ini meskipun mendapat label garang dari siswa, namun tidak pernah mencaci, memaki, hingga memarahi siswa secara berlebihan. Kecuali, memang kelakuan siswanya sudah keterlaluan.
Katakanlah seperti berkelahi saat jam istirahat, mencuri uang teman, mengolok-ngolok teman dengan menyebut nama orangtua, hingga bermain dengan benda yang berbahaya. Jika sudah seperti ini agaknya semua guru akan bertindak tegas, agar siswa jera.
Guru Garang Tanda Sayang
Sejatinya, semakin banyak guru melarang maka semakin sayang guru itu. Walau kadang kesannya terlalu garang bahkan bengis, tetap saja dibalik semua itu ada ketakutan dan kekhawatiran yang besar di hati guru.Â
Barangkali dari ukuran logika, jika siswa tidak dilarang ia akan terluka, orangtuanya akan kecewa, guru pun panik, hingga sekolah pun malu.
Terang saja, guru adalah orangtua siswa di sekolah. Jika ada apa-apa yang tidak dikehendaki terjadi pada siswa, tentu akan menimbulkan kepanikan yang luar biasa. Bagaimana jika siswa sudah lecet-lecet secara fisik? Tambah khawatir guru, jangan-jangan nanti kena denda!
Wajar bila kemudian siswa mengeluh tidak boleh main ini, tidak boleh kejar-kejaran berlebihan, tidak boleh main keluar lingkungan sekolah, tidak boleh mengolok-ngolok nama orangtua, hingga tidak boleh berperilaku tidak beradab di depan guru.