Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terpijak Kotoran Hewan, Haruskah Terlalu Jijik?

12 Desember 2019   19:32 Diperbarui: 12 Desember 2019   19:35 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana Reaksi Anda?

Kemarin, tepatnya saat classmeeting gabungan saya lihat salah satu murid SD terpijak kotoran anjing. Kebetulan kotoran itu masih basah, hingganya lengket dan menempel dengan indah di telapak sepatu sang murid (sebut saja namanya Delia).

Sontak saja muka Delia merah dan menutup wajahnya dengan kedua tangan sembari berjinjit. Sesekali ia mengintip bekas kotoran anjing yang menempel di sepatunya, kemudian langsung meneriaki saya: "Bapaaaak!"

Mata murid-murid lain langsung tertuju pada Delia seraya tersenyum dan ada pula yang tertawa terbahak-bahak. Beruntungnya, sosok Delia adalah murid yang tidak mudah menangis. Bahkan ia tidak menutup hidung karena jijik. Langsung saja saya minta ia lari ke toilet dan mencuci bekas kotoran itu.

Barangkali kotoran itu hanya menempel di sepatu, hingga Delia merasa itu bukanlah suatu bencana yang sangat bombastis. Ia pun segera melanjutkan aktivitas classmeeting dengan ceria dan langsung melupakan kejadian yang merupakan "bencana" bagi sebagian orang.

Bencana? Lain orang lain sikap. Ya, walaupun sekadar urusan pijak-memijak kotoran hewan agaknya itu menimbulkan sikap unik tersendiri.

Contoh lain, misalkan ada seseorang yang terpijak kotoran ayam yang masih hangat. Kali ini ia tidak pakai sandal, sepatu, maupun alas kaki lainnya. Bagaimana kira-kira ekspresinya?

Terlebih dahulu ia akan merasakan hawa-hawa kehangatan di telapak kaki sembari menduga ada hal aneh yang menimpanya. Setelah dilihat, oh ternyata tahi ayam! Hahaha. Mulailah ia melihat dengan tatapan jijik. Mencari air? Bagaimana jika di saat itu air tidak ada?

Sekonyong-konyong cari daun, kemudian digosoklah tahi itu. Atau? Cari kayu, mendekat ke dinding, lalu mengelap di sana. Jika iseng, sesekali orang akan mencium kaki atau tangannya. Entah itu sekadar ingin memastikan bau tahi, atau malah kangen dengan bau aromatik tersebut? Hahaha

Tapi, tidak jarang pula kita temui beberapa orang yang terlalu jijik dengan kotoran hewan. Jangankan kotoran yang basah, kena kotoran kering nan garing saja sudah pekik-pekuk tidak keruan.

Alasan pun bertebaran, omelan melanglang buana dihiasi cacian, kemudian sibuk berdalih "Wah apakah saya akan cacingan?" Hmm, baru kotoran hewan, belum kotoran manusia! Agaknya akan lebih parah lagi.

Bahkan, saya dulu pernah terkena kotoran manusia saat mengarit. Tepatnya saat memasukkan rumput ke dalam karung untuk makanan kambing. Mulanya, kotoran itu tidak tampak karena mungkin rumputnya begitu tebal. Namun ketika sudah dikarungi, saya mencium aroma-aroma tidak biasa.

Ternyata? Itu kotoran manusia yang sudah hancur dan berserakan di baju bagian belakang. Apa mau dikata, saat itu tidak ada air dan saya sedang berada di kebun. Mau berteriak, nanti hewan buas pada keluar pula! Hihihi

Mengusik tahun-tahun lama, wajar memang jika banyak kotoran hewan berserakan. Bahkan kotoran manusia pun ada di tempat-tempat yang bukan semestinya. Jamban belum merata, sungai dan siring tidak semua bersinggah.

Lalu, dari beberapa reaksi di atas, Anda termasuk yang mana? Atau mungkin tidak ada dalam kategori di atas. Apa Anda malah senang saat terpijak kotoran sembari berharap ada keberuntungan besar? Atau menjadikannya sebagai salah satu jalan buang sial? Hihihi

Kotoran Hewan Walau Jijik Tetap Bermaslahat

Apapun sikap dan alasannya, tetaplah jangan segila itu memandang kotoran hewan. Bagi sebagian besar orang, mungkin kotoran hewan itu begitu jijik bahkan hina, hingganya selera makan pun ikut terhina. Tapi?

Bagi tumbuhan, mereka akan senantiasa sehat, subur, berbunga, berbuah, bersemi, dan bertunas karena kotoran hewan singgah di tanah mereka. Dari sana, tumbuhan bisa menghasilkan pangan yang bermaslahat bagi seluruh penghuni bumi.

Secara tidak langsung, kotoran hewan berjasa atas buah-buahan dan sayuran yang kita konsumsi selama ini. Toh, kita lebih senang mengonsumsi buah dan sayur yang bebas dari pupuk kimia bukan?

Bagi peternak, makin banyak kotoran hewan maka makin untung. Mereka yang merangkap profesi peternak sekaligus petani tidak akan kesulitan dalam mencari pupuk alami. Sudah barang tentu kedua profesi ini sama sekali tidak jijik dan malu walau terus memijak dan memegang kotoran hewan. Apa lagi sampai kehilangan selera makan?

Begitu pula dengan kotoran manusia. Jijik memang ketika berbicara tentang kotoran sendiri. Tapi jika tidak bijak dalam mengambil sikap, bagaimana bisa kita menghargai mereka yang bekerja sebagai petugas sedot WC, pemulung, dan para pekerja lainnya yang dekat dengan kotoran.

Serta, bagaimana pula kita bisa mengurus anak-anak kita yang ketika masih kecil mereka belum bisa membersihkan kotorannya sendiri, bahkan membedakannya pun belum paham.

Kotoran hewan bahkan manusia hanya sebatas fisik bukan? Bisa dihilangkan hanya dengan mencucinya. Tidak apa-apa sesekali pakaian atau tubuh ini terkena kotoran hewan, asal jangan hati kita yang kotor.

Jika hati ini kotor, susah membersihkannya, susah membilasnya, bahkan sabun yang mahal pun tak bisa menghilangkan baunya dengan segera. Maka darinya, jangan sampai sikap kita terhadap kotoran hewan menyebabkan hati kita ikut kotor.

Salam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun