Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terpijak Kotoran Hewan, Haruskah Terlalu Jijik?

12 Desember 2019   19:32 Diperbarui: 12 Desember 2019   19:35 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alasan pun bertebaran, omelan melanglang buana dihiasi cacian, kemudian sibuk berdalih "Wah apakah saya akan cacingan?" Hmm, baru kotoran hewan, belum kotoran manusia! Agaknya akan lebih parah lagi.

Bahkan, saya dulu pernah terkena kotoran manusia saat mengarit. Tepatnya saat memasukkan rumput ke dalam karung untuk makanan kambing. Mulanya, kotoran itu tidak tampak karena mungkin rumputnya begitu tebal. Namun ketika sudah dikarungi, saya mencium aroma-aroma tidak biasa.

Ternyata? Itu kotoran manusia yang sudah hancur dan berserakan di baju bagian belakang. Apa mau dikata, saat itu tidak ada air dan saya sedang berada di kebun. Mau berteriak, nanti hewan buas pada keluar pula! Hihihi

Mengusik tahun-tahun lama, wajar memang jika banyak kotoran hewan berserakan. Bahkan kotoran manusia pun ada di tempat-tempat yang bukan semestinya. Jamban belum merata, sungai dan siring tidak semua bersinggah.

Lalu, dari beberapa reaksi di atas, Anda termasuk yang mana? Atau mungkin tidak ada dalam kategori di atas. Apa Anda malah senang saat terpijak kotoran sembari berharap ada keberuntungan besar? Atau menjadikannya sebagai salah satu jalan buang sial? Hihihi

Kotoran Hewan Walau Jijik Tetap Bermaslahat

Apapun sikap dan alasannya, tetaplah jangan segila itu memandang kotoran hewan. Bagi sebagian besar orang, mungkin kotoran hewan itu begitu jijik bahkan hina, hingganya selera makan pun ikut terhina. Tapi?

Bagi tumbuhan, mereka akan senantiasa sehat, subur, berbunga, berbuah, bersemi, dan bertunas karena kotoran hewan singgah di tanah mereka. Dari sana, tumbuhan bisa menghasilkan pangan yang bermaslahat bagi seluruh penghuni bumi.

Secara tidak langsung, kotoran hewan berjasa atas buah-buahan dan sayuran yang kita konsumsi selama ini. Toh, kita lebih senang mengonsumsi buah dan sayur yang bebas dari pupuk kimia bukan?

Bagi peternak, makin banyak kotoran hewan maka makin untung. Mereka yang merangkap profesi peternak sekaligus petani tidak akan kesulitan dalam mencari pupuk alami. Sudah barang tentu kedua profesi ini sama sekali tidak jijik dan malu walau terus memijak dan memegang kotoran hewan. Apa lagi sampai kehilangan selera makan?

Begitu pula dengan kotoran manusia. Jijik memang ketika berbicara tentang kotoran sendiri. Tapi jika tidak bijak dalam mengambil sikap, bagaimana bisa kita menghargai mereka yang bekerja sebagai petugas sedot WC, pemulung, dan para pekerja lainnya yang dekat dengan kotoran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun