Alasan pun bertebaran, omelan melanglang buana dihiasi cacian, kemudian sibuk berdalih "Wah apakah saya akan cacingan?" Hmm, baru kotoran hewan, belum kotoran manusia! Agaknya akan lebih parah lagi.
Bahkan, saya dulu pernah terkena kotoran manusia saat mengarit. Tepatnya saat memasukkan rumput ke dalam karung untuk makanan kambing. Mulanya, kotoran itu tidak tampak karena mungkin rumputnya begitu tebal. Namun ketika sudah dikarungi, saya mencium aroma-aroma tidak biasa.
Ternyata? Itu kotoran manusia yang sudah hancur dan berserakan di baju bagian belakang. Apa mau dikata, saat itu tidak ada air dan saya sedang berada di kebun. Mau berteriak, nanti hewan buas pada keluar pula! Hihihi
Mengusik tahun-tahun lama, wajar memang jika banyak kotoran hewan berserakan. Bahkan kotoran manusia pun ada di tempat-tempat yang bukan semestinya. Jamban belum merata, sungai dan siring tidak semua bersinggah.
Lalu, dari beberapa reaksi di atas, Anda termasuk yang mana? Atau mungkin tidak ada dalam kategori di atas. Apa Anda malah senang saat terpijak kotoran sembari berharap ada keberuntungan besar? Atau menjadikannya sebagai salah satu jalan buang sial? Hihihi
Kotoran Hewan Walau Jijik Tetap Bermaslahat
Apapun sikap dan alasannya, tetaplah jangan segila itu memandang kotoran hewan. Bagi sebagian besar orang, mungkin kotoran hewan itu begitu jijik bahkan hina, hingganya selera makan pun ikut terhina. Tapi?
Bagi tumbuhan, mereka akan senantiasa sehat, subur, berbunga, berbuah, bersemi, dan bertunas karena kotoran hewan singgah di tanah mereka. Dari sana, tumbuhan bisa menghasilkan pangan yang bermaslahat bagi seluruh penghuni bumi.
Secara tidak langsung, kotoran hewan berjasa atas buah-buahan dan sayuran yang kita konsumsi selama ini. Toh, kita lebih senang mengonsumsi buah dan sayur yang bebas dari pupuk kimia bukan?
Bagi peternak, makin banyak kotoran hewan maka makin untung. Mereka yang merangkap profesi peternak sekaligus petani tidak akan kesulitan dalam mencari pupuk alami. Sudah barang tentu kedua profesi ini sama sekali tidak jijik dan malu walau terus memijak dan memegang kotoran hewan. Apa lagi sampai kehilangan selera makan?
Begitu pula dengan kotoran manusia. Jijik memang ketika berbicara tentang kotoran sendiri. Tapi jika tidak bijak dalam mengambil sikap, bagaimana bisa kita menghargai mereka yang bekerja sebagai petugas sedot WC, pemulung, dan para pekerja lainnya yang dekat dengan kotoran.