Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Hari Ini, Kita Mau Berubah atau Punah?

27 Oktober 2019   08:48 Diperbarui: 27 Oktober 2019   15:23 1106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengkhayal tentang diri sendiri kadang begitu menyenangkan. Betapa tidak, bayangan yang tampak hanya berkisar tentang kita yang sudah punya rumah, mobil mewah, istri dan anak, hingga apartemen mewah.

Begitupun ketika kita melihat orang lain "sukses" dalam ukuran logika pribadi. Entah itu tetangga, kerabat dekat, bahkan orang asing yang kebetulan lewat di depan rumah, anggapan yang muncul di angan kita adalah "wah, enak sekali hidupnya, aku mau seperti itu!"

Padahal belum tentu mereka yang terlihat mewah, hidupnya juga mewah dan bebas dari masalah. Hal yang menurut pandangan kita menyenangkan belum tentu sama dengan apa yang mereka alami. Toh, kita tidak tahu bagaimana kehidupan mereka seutuhnya.

Berangkat dari sini, banyak pula sebagian orang yang menetapkan batas profesinya tanpa mau berubah dan berlari bersama masa. Yang sudah lulus PNS mau memilih jadi guru biasa saja, tanpa mau mencicip jabatan struktural ataupun mengupdate karir.

Tak jauh beda dengan pekerjaan lain. Misalnya seorang kontraktor berharap menjadi karyawan tetap, dan ketika ia menjadi karyawan tetap hanya mau menjadi seorang karyawan tetap hingga pensiun.

Agaknya mereka tak mau keluar dari zona nyaman dan terkesan tak mau mengambil resiko lebih. Sebenarnya jika sudah nyaman sungguh tidaklah menjadi soal. Tapi, bukannya tantangan hari esok lebih berat? Jangan-jangan profesi kita akan punah di hari esok!

Lihat saja para kasir yang mulai kesepian karena e-money. Lihat pula pengantar surat yang sudah kalah saing dengan email dan medsos. 

Resepsionis, penjaga tol, hingga petugas pajak pun harus mulai berhati-hati karena profesi mereka segera menuju kepunahan.

Dengan kenyataan ini, apakah kita tetap akan merasa "cukuplah seperti ini"?

Agaknya kita perlu untuk segera berubah. Jika tak kunjung berubah, kita akan tergusur oleh orang yang melakukan perubahan. Kita juga tidak akan diperhitungkan lagi seiring dengan inovasi yang dilakukan oleh orang-orang yang mau berubah.

Untuk itu kita perlu mengubah, meng-upgrade diri dan keluar dari zona nyaman. Caranya?

Upgrade Pengetahuan dan Skill
Pekerja yang pintar di masanya banyak, pekerja yang rajin juga banyak. Begitupun dengan pekerja yang hanya mencukupkan dirinya karena merasa sudah berkapasitas. Tapi, pekerja pintar dan rajin bisa dengan mudah dikalahkan oleh pekerja yang inovatif, kreatif, dan cerdas.

Pintar jika sudah dicukupkan maka akan mandeg. Rajin jika tak upgrade skill juga akan ditinggalkan orang. Bagaimana mereka bisa bertahan?

Sejatinya mereka perlu memperbaharui pengetahuan dan skill. Majunya zaman harus selaras dengan kemajuan diri. Kita mesti berjalan beriringan bersama zaman. Jika tidak, kita akan ditinggalkan dan digantikan oleh orang lain.

Dengan bertambahnya pengetahuan dan skill, bertambah pula nilai diri. Misalnya, karyawan tetap akan lebih bernilai jika mereka juga punya skill pendukung seperti ilmu ekonomi, statistik, ataupun wirausaha.

Seorang guru juga akan bernilai jika mereka juga bisa IT, menulis buku, atau menciptakan inovasi dalam pembelajaran. Begitupun dengan pekerjaan-pekerjaan lain.

Perbaiki Etika dan Tambah Estetika
Etika dan estetika yang baik biasanya menimbulkan kesan yang "wah" di hati para pemimpin. Dari kesan yang "wah" itulah pekerja akan mendapat berbagai keberuntungan. Mereka mungkin tidak pintar, tapi etika dan estetika mereka mengalahkan kepintaran.

Jadi wajar saja pimpinan menaruh hati lebih kepada mereka. Etika dan estetika yang ditunjukkan mungkin sederhana. Mungkin hanya sekadar menyiapkan minum (jika pimpinan terlihat haus), dan menawarkan bantuan ikhlas dan tuntas saat pimpinan sedang sibuk-sibuknya.

Tidak banyak orang yang peka, hingga bisa berbuat seperti itu. Itu masalah hati, kebiasaan, dan akhlak yang memang sudah ditanam sejak lama.

Ubah Kebiasaan
Jika sehari-hari kebiasaan kita hanya makan tidur makan tidur, maka hidup kita hanya akan berkisar tentang rasa kenyang dan kantuk. 

Begitupun dengan profesi kita. Jika kerja hanya sebatas menjalankan kewajiban berikut dengan urutannya, maka siap-siapkan kedatangan tamu jenuh.

Berlama-lama dengan jenuh akan mengusik emosi kita hingga menjadi seorang yang emosional. Ujung-ujungnya pasti mengarah ke perasaan, tentu saja perasaan yang salah dan bertabur dengan keluh berkepanjangan.

Untuk itulah kita perlu mengubah kebiasaan dalam hidup. Walaupun perubahan itu sederhana seperti mengubah posisi tempat tidur, meja kerja, meja belajar, ataupun membolak-balik jadwal harian, tetap akan berpengaruh dengan mood dan inisiatif kita.

Semakin kita bisa mengubah atau menambah kebiasaan untuk lebih baik, maka semakin besar peluang yang akan kita dapatkan, begitupun sebaliknya. Pemikiran "kalau ada orang lain, kenapa harus aku?" harus segera diubah menjadi "kalo orang bisa, kenapa aku tidak bisa?"

Kerja Keras
Tidak menolak fakta bahwa orang-orang yang sukses di masa depan adalah orang yang bekerja lebih keras. Meski demikian, kerja keras harus didukung dengan kerja cerdas dan kepandaian memanfaatkan peluang.

"Apakah orang yang selalu datang tepat waktu sudah bekerja keras?"
"Apakah orang yang menjalankan kerja sesuai rencana sudah bekerja keras?"

Jawabannya adalah belum. Orang yang bekerja keras, porsi rencana kerjanya lebih banyak, kemudian selalu datang lebih awal daripada orang lain. Mereka sungguh spesial, hingga hasil yang didapatkan lebih dari orang lain.

Namun, kerja keras bukan berarti harus melulu banting tulang. Di dalam pekerjaan itu harus sudah ada tujuan yang jelas, terukur dalam akal, dan jelas waktu ketercapaiannya. 

Kejelasan ini adalah untuk mencapai unique selling point yang membedakan pekerja keras satu dan lainnya.

Ilustrasi kerja keras. Sumber: Pixabay.com
Ilustrasi kerja keras. Sumber: Pixabay.com
Inilah dua pilihan yang harus kita tempuh dalam hidup. Jika ingin berubah dan bertransformasi, maka kita harus berusaha keras, bersusah payah untuk menempuhnya. Kecuali jika kita ingin segera punah dan tergantikan oleh orang-orang yang siap.

Tidak ada yang mudah untuk dicapai, dan proses pencapaian tidak ada yang nyaman untuk dijalani. Jika hanya berkisar tentang nyaman, maka kapan kita akan menjadi tangguh?

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun