"Pengumuman! Diberitahukan kepada segenap pegawai dan karyawan agar dapat mengumpulkan berkas ABCD ke Dinas paling lambat tanggal 23 oktober 2019 saat jam kerja. Untuk informasi lebih lanjut, silahkan mendatangi kantor Dinas terkait. Terima kasih!"
 Sontak saja, seluruh pegawai dan karyawan dinas mulai heboh. Grup Whatsapp yang selama ini sepi pengunjung karena sebelumnya sudah terlalu sering bercanda, akhirnya ramai lagi. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul selalu saja tentang "sudah atau belum" atau "kapan mau ngurus berkas".
Buru-Buru Bertindak, Memantau Keadaan, atau Tunggu Deadline?
Darinya, muncullah tiga sikap pekerja. Sebagian dari mereka ingin buru-buru melengkapi berkas. Bagi mereka, ada kebanggaan tersendiri jika bisa menjadi orang pertama yang mengumpulkan berkas.
Entah itu perasaan sombong, lega, lepas penat, semuanya tidak jauh beda. Apalagi berita tentang si pengumpul berkas pertama sudah terdengar oleh seluruh jagat, tentulah mereka akan lebih bahagia.
Tapi, ada pula sebagian pegawai dan karyawan lain yang terlebih dahulu memantau keadaan. Entah itu sekadar memantau grup media sosial dan sesekali berkomentar, ataupun perlahan melengkapi berkas-berkas administrasi yang diminta oleh dinas.
Terang saja, pengumuman tentang permintaan berkas dari dinas tak melulu absolut. Kadang-kadang, ditengah jalan persyaratan berkas biasanya mengalami revisi karena suatu kesalahan. Jika sudah terjadi revisi, mereka yang memantau keadaan baru akan bertindak. Mereka juga merasa aman, bahkan untung karena belum melengkapi berkas.
Tapi, miris melihat mereka yang sudah buru-buru bertindak, karena harus kembali revisi berkas. Â Misalnya, pengumuman awal diberitakan bahwa pegawai dan karyawan mesti mengumpulkan KIR dokter. Tetapi tidak ada keterangan apakah boleh di puskesmas, dokter umum, atau harus di rumah sakit.
Dari informasi itu, mereka yang buru-buru langsung saja membuat KIR. Ada yang buat di puskesmas, dokter praktik, dan ada pula yang buat di rumah sakit. Tiba-tiba berselang 5 hari, muncul informasi baru yang mengharuskan mereka membuat KIR di rumah sakit.
Sontak saja para pegawai dan karyawan yang buru-buru bertindak kesal dan kecewa. Tapi tidak dengan mereka yang memantau keadaan.
Begitupun dengan mereka yang senang menanti deadline. Mereka mungkin saja tertawa terbahak-bahak di dalam hati karena melihat penderitaan para pekerja yang salah berkas.
"Itulah, jangan terlalu gesit. Sakit kan akhirnya! Hohohoho"
Tapi, tidak selamanya pengumpul berkas administrasi di hari terakhir bisa berjalan mulus. Kadang, ada-ada saja berkas yang tercecer karena ceroboh dan sikap yang terlalu santai tadi. Akhirnya, mereka kelabakan dan harus lembur untuk melengkapi kekurangan berkas tersebut.
"Nah, itulah.. Siapa suruh santai-santai ria kemarin? Kena batunya kan! Hohoho"
Pakai Jastip Karena Tidak "Sempat" Berkunjung Ke DinasÂ
Dari ketiga tipe para pengumpul berkas tadi, tidak semuanya sempat dan mau pergi sendiri ke dinas terkait untuk mengumpulkan berkas. Alasannya beragam. Ada yang pura-pura sibuk, ada yang menganggap lokasinya jauh, ada yang tidak sempat, bahkan ada pula yang pura-pura lupa lokasi. Hoho.
Darinya, mulailah mereka mencari Jastip alias sosok "malaikat penyelamat" pengumpul berkas. Entah itu rekan kerja satu instansi, kawan lama, atau sosok yang paling aktif bercuit di grup medsos, pasti akan mereka hubungi satu per satu.
"Bro, saya bisa titip berkas bro? Tolong kumpulkan ke dinas, saya nanti mau jemput anak!"
"Dek, abang bisa titip berkas nggak? Abang lupa bagian administrasi di dinas sebelah mana..."
"Sobat, aku minta tolong ya, tolong kumpulkan berkasku. Rumah sobat kan searah dengan dinas. Oke oke?"
Beruntunglah jika kita punya bro, dedek, serta sobat yang baik. Mereka akan senang hati bertindak sebagai jastip. Selama pengumpulan berkas itu bisa diwakilkan, maka selama itu pula penyedia jastip berkas rela menerima.
Hanya Bermodalkan Senyum
Uniknya, tidak perlu biaya yang mahal untuk menggunakan jastip berkas. Beda dengan jastip berupa ojol, kurir, atau sejenisnya. Para penyedia jastip berkas biasanya "ikhlas" membantu para pegawai dan karyawan yang memelas dan bergaya sibuk nan kesusahan.
Asalkan caranya santun serta disertai dengan senyuman yang tulus, maka jastip berkas akan sepenuh hati membantu. Bahkan, biarpun ditawari uang bensin atau uang jajan, mereka dengan tegas menolak dan mengaku benar-benar ingin membantu.
Tapi, para pegawai dan karyawan harus hati-hati dalam bersikap. Jangan sampai mereka hanya menebar senyuman palsu dan terkesan mempermainkan hati sang jastip berkas. Sering pula kita lihat banyak pegawai dan karyawan bersikap manis di depan jastip berkas, namun di belakangnya malah mengumpat.
Bahayanya, jika umpatan ini sampai ke jastip berkas, mereka malah akan sakit hati. Mungkin hari itu ia tetap akan mengumpulkan berkas ke dinas, tapi itu adalah terakhir kalinya. Si penyedia jastip berkas sudah terlanjur sakit hati dan merasa dimanfaatkan.
Sejatinya, kita sangat beruntung jika punya teman/rekan kerja yang rela jadi jastip berkas. Dengan adanya jastip berkas, kita akan sangat tertolong. Bisa saja hari itu kita sedang tidak enak badan, sedang sibuk, atau malah sedang malas-malasnya.
Dan jujur saja, tidak sedikit jastip yang bertanggung jawab penuh atas kelengkapan dan kerapian berkas administrasi yang telah kita titipkan.
Kadang setelah berkas sampai di dinas dan diperiksa oleh staff administrasi, ada-ada saja susunan berkas yang tidak berurutan. Lalu siapa yang menyusunnya? Tentu saja jastip berkas.
Sering kali kita tidak sadar dengan hal-hal seperti ini. Kadang, yang kita tahu hanyalah "bagaimana bro? Aman berkasku?" dan kemudian kita mendengar kata "aman" dari jastip berkas tadi.
Padahal, kita lupa bagaimana usaha dan perjalanan para jastip hingga ia bisa mengucapkan kata "aman bro".
Maka dari itulah, jangan pernah lupa untuk mengucapkan terima kasih secara tulus kepada mereka. Dan sesekali kita juga perlu untuk perhatian dengan mereka. Walau sekadar bertanya:
"Jam berapa kemarin sampai ke dinas?"
"Ngumpul berkasnya sama siapa?"
"Nggak ada masalah kan dengan berkasku? Berkasmu juga aman kan?"
Pernyataan ini mungkin tidaklah penting, bahkan kita sendiri bisa illfeel untuk menanyakannya. Tapi, ini sangat berarti bagi para jastip berkas. Mereka akan merasa usahanya dihargai, telah menjalankan amanah dengan baik, serta dan tidak mengecewakan.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H