Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hanum Rais, Jangan Lagi Menabur "Ikan Nila" di Belanga Rakyat

12 Oktober 2019   15:13 Diperbarui: 12 Oktober 2019   15:21 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar olahan pribadi.

Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Bagaimana jika satu kolam isinya nila semua? 

Budidaya ikan nila sejatinya merupakan salah satu opsi usaha mandiri yang menjanjikan. Terang saja, di masa-masa sulit dan semakin menjalarnya pengangguran, opsi berwirausaha menjadi hal teraman. Meskipun butuh modal, namun pengorbanan materi bukanlah hal yang begitu bombastis.

Dan benar saja, jika digeluti dengan sungguh-sungguh, nila akan sangat menghasilkan. Lihat saja bagaimana suksesnya Bapak Lestarianto yang keteteran karena harus memasok ratusan ton nila dalam setiap bulan.

Bisa kita bayangkan berapa omzetnya tiap bulan. Jika 100 ton x Rp.14.000/kg saja sudah tembus 1,4 milyar. Sungguh, gara-gara nila kita bisa sukses besar dan menatap masa tua dengan sejahtera.

Agaknya, seperti itu pula omzet yang  didapat oleh Hanum Rais saat ini. Ya, Rp. 1,4 milyar dalam dua hari bukanlah pekerjaan mudah. Hanya saja, pekerjaan Hanum adalah menabur setitik nila dan menebarkan milyaran cacian di kolam nila yang bernama twitter.

Karena Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga

Ini adalah peribahasa lama yang sarat akan makna dan rasanya cocok untuk kembali digaungkan, seiring dengan sebelanga kerusuhan yang dibuat oleh Hanum Rais. Sejalan dengan peribahasa ini, Hanum seakan sudah menggali aib dan kebencian yang belum tersingkap sebelumnya.

Terang saja, Hanum datang di saat warga Indonesia sedang berduka atas musibah yang menimpa Menkopolhukam. Datangnya pula bukan untuk ikut mendoakan, melainkan menuduh Wiranto Caper serta play victim.

Hal ini jelas tindakan yang sama sekali melanggar kenyataan etika. Terlebih lagi bagi seorang yang terdidik. Agaknya akan sangat memalukan. Jadi, wajar saja jika dua hari belakang bahkan hingga hari ini masih ramai kebencian-kebencian di medsos.

Hanum juga telah menghancurkan reputasinya sendiri di muka publik, seiring dengan sebelanga susu yang rusak. Nila yang ia lepas sudah terlanjur amis dan busuk bagi sebelanga susu yang seharusnya jadi minuman ilmu bertajuk dakwah.

Dan kabar terbaru, Hanum Rais akhirnya dipolisikan. Dilansir dari Kompas.com, Hanum Rais dilaporkan karena dianggap telah menyebarkan berita bohong terkait peristiwa penusukan Wiranto pada Kamis (10/10/2019) melalui akun Twitter.

Pelaporan ini setidaknya kembali menegaskan kita, terutama netizen agar tidak semena-mena melepas nila di belanga kedamaian. Apalagi jika itu adalah berita hoaxs bertabur kebencian terhadap seseorang, sungguh akan melahirkan amis keributan.

Tapi kita sedih, karena bau amis nila itu akan terus tercium hingga beberapa hari ke depan. Lebih lanjut, amis ini akan merusak kedamaian negeri. Ya, walaupun negeri ini belum pernah menunjukkan tanda-tanda kedamaian, tetap saja jangan buat negeri ini tambah pelik.

Jangan Lagi Menabur "Ikan Nila" di Belanga Rakyat

Bagaimana jika satu kolam isinya "ikan nila" semua?

Jika kita punya satu kolam yang isinya penuh dengan nila, maka kayalah kita. Bisa jadi budidaya nila akan menjadi opsi pekerjaan utama dan menggusur pekerjaan yang kita geluti hari ini. Bahkan, karena suksesnya kita dengan kolam nila, kita tak perlu lagi bekerja melainkan hanya tinggal duduk manis menanti hasil.

Tapi lagi-lagi, kita tidak bisa menabur nila di kolam orang lain, terlebih lagi itu adalah kolam warga Indonesia. Jika nila itu baik sungguh tak masalah. Hanya saja, nila yang ditegaskan pada peribahasa selama ini adalah sebuah keburukan yang bisa merusak diri sendiri, bahkan ketentraman umat.

Sayangnya, amis yang sudah tersebar di publik beberapa hari ini telah menghilangkan lezatnya aroma nila itu sendiri. Hanum yang selama ini beraroma pengabdi (dokter) akan semakin tertutup oleh amis yang ia buat sendiri. Uniknya, amis itu akan bertahan lama dalam ingatan warga Indonesia.

Jujur, jika saja kemarin ia menabur nila hanya di dalam belanga-nya sendiri (kepala/ingatan), tidak akan sampai segila ini orang-orang menerbitkan namanya. Tapi lagi-lagi apalah daya yang tersalah. Walau Hanum sendiri sudah mengklarifikasinya dengan berdalih "terhapus", tidak kunjung segera mengembalikan senyum para netizen yang sudah terlanjur luput.

Cukuplah satu nila saja yang pernah ada di kolam netizen. Akan hancur negeri ini jika sampai ada satu kolam nila yang disebarkan. Hingganya, tersingkap pulalah aib negeri ini.

Gambar dari merdeka.com
Gambar dari merdeka.com

Sebenarnya kita termasuk golongan orang-orang beruntung karena aib kita ditutup oleh Tuhan. Entah aib itu adalah perbuatan masa lalu ataupun perbuatan kita kemarin sore, jarang dari aib itu yang diviralkan orang lain, kecuali jika Tuhan yang berkehendak.

Maka darinya, tak perlulah kita membuka aib orang yang sejatinya sudah Tuhan tutupi. Jika itu adalah kezaliman yang menganga, maka Tuhan sendiri yang akan menyingkapnya dan menampakkannya di hadapan kita semua, lengkap dengan bukti-bukti empirisnya.

Begitu pula dengan keluhan kita terhadap pemimpin. Wajar jika pemimpin itu punya salah, namun tidak wajar jika kita terlalu emosional menatap kesalahannya. Harusnya kita beri ia ruang untuk memperbaiki kesalahannya, bukan malah mengajak orang lain untuk ikut berkeluh berlebihan.

Seburuk-buruknya perilaku seseorang pasti pernah ada kebaikan yang pernah ia lakukan, biarpun sedikit tetapi sudah membekas. Dengan demikian, jika mereka yang pernah bersalah itu sedang tertimpa musibah, tetap kita harus menolongnya, atau minimal bersimpati.

Tentu saja kita emosi dengan sosok yang menyebabkan seseorang tertimpa musibah, tapi tetap jangan sampai emosi berlebihan itu menutup simpati yang kita ungkap barusan.

Jika ingin jadi orang baik, lebih bijak jika kita ganti keluhan dan nila yang hanya setitik itu menjadi doa-doa bertaburkan harapan agar negeri ini lebih damai. Terang saja, Indonesia tidak lebih besar dari belanga, hingganya sayur apa saja bisa masuk.

Asin-manis-pahit-asam di satu sisi saja bisa segera menyebar dan dan ikut dirasakan oleh semua isi belanga, alias rakyat Indonesia. Maka darinya, tumislah nila itu bersama gula dan kecap, agar esok hari negeri ini ada manis-manisnya.

Salam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun