Begitu pula dengan keluhan kita terhadap pemimpin. Wajar jika pemimpin itu punya salah, namun tidak wajar jika kita terlalu emosional menatap kesalahannya. Harusnya kita beri ia ruang untuk memperbaiki kesalahannya, bukan malah mengajak orang lain untuk ikut berkeluh berlebihan.
Seburuk-buruknya perilaku seseorang pasti pernah ada kebaikan yang pernah ia lakukan, biarpun sedikit tetapi sudah membekas. Dengan demikian, jika mereka yang pernah bersalah itu sedang tertimpa musibah, tetap kita harus menolongnya, atau minimal bersimpati.
Tentu saja kita emosi dengan sosok yang menyebabkan seseorang tertimpa musibah, tapi tetap jangan sampai emosi berlebihan itu menutup simpati yang kita ungkap barusan.
Jika ingin jadi orang baik, lebih bijak jika kita ganti keluhan dan nila yang hanya setitik itu menjadi doa-doa bertaburkan harapan agar negeri ini lebih damai. Terang saja, Indonesia tidak lebih besar dari belanga, hingganya sayur apa saja bisa masuk.
Asin-manis-pahit-asam di satu sisi saja bisa segera menyebar dan dan ikut dirasakan oleh semua isi belanga, alias rakyat Indonesia. Maka darinya, tumislah nila itu bersama gula dan kecap, agar esok hari negeri ini ada manis-manisnya.
Salam.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H