Tindakan penganiayaan guru kembali mendadak viral. Kali ini guru dianiaya oleh orangtua murid, tepatnya di kabupaten Gowa rabu siang (04 September 2019). Dilansir dari tribun-timur.com, Guru yang dianiaya bernama Ibu Astiah yang mengajar SD Negeri Pabbangiang, Jalan Andi Tonro, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa.
Tindakan penganiayaan itu diketahui setelah viral di youtube. Mirisnya, hanya dalam waktu dua jam, telah ditonton hingga 800 kali. Dalam tayangan video tersebut, terlihat ada orangtua murid yang memasuki kelas pada saat jam pelajaran. Setelah beberapa saat adu mulut, akhirnya Ibu Astiah mendapatkan beberapa pukulan keras dari orangtua murid. Mirisnya, peristiwa ini terjadi dihadapan murid satu kelas, dan murid-murid itulah yang menenangkan Ibu Astiah.
Menurut Ibu Astiah, aksi penganiayaan ini dipicu ketika seorang siswa terlibat pertengkaran dengan temannya didalam kelas, sehari sebelum kejadian. Ibu Astiah pun mengajak damai kedua siswa tersebut, tapi orangtuanya tidak terima karena menduga siswa lainnya tidak ikut dihukum. Atas kejadian ini, pihak sekolah melaporkan tindakan orangtua siswa tersebut ke Polsek Somba Opu.
Siswa Yang Salah, Guru Yang di Hukum
Melihat dan membaca kejadian diatas, jelas yang salah adalah siswanya. Guru malah beritikat baik dengan mendamaikan kedua siswa. Tapi ironisnya, malah guru yang dihukum oleh orangtua murid. Saya pribadi sebagai seorang guru sungguh nyesek melihatnya. Orangtua tidak seharusnya bersikap centang perenang seperti itu. Kenapa tidak duduk dan bercerita dahulu dengan gurunya.
Seharusnya, orangtua siswa tadi datang dengan cara baik-baik ke sekolah. Pertemukan kedua siswa yang bertengkar, dan duduk satu meja bersama guru. Jika perlu, disaksikan oleh wali kelas, guru PKN, guru agama, dan guru BK untuk menyelesaikannya. Entah apa yang terjadi dengan dunia ini, seakan-akan mulai miring dan terbalik.
Jika kita ingat dulu, ketika kita sebagai siswa melakukan kesalahan disekolah, entah itu bertengkar, tidak buat pr, di jewer, atau bahkan dipukul guru, kita tidak berani melapor kepada orangtua di rumah. Kenapa? Kalau melapor, malah ditambah pukulannya sama orangtua, dan dimarah habis-habisan.
Guru dahulunya begitu dihormati. Terang saja, kita dahulu saat menjadi siswa tidak berani berjalan tegap ketika melewati guru. Bahkan masuk ruang guru pun masih pikir dua kali. Tapi sekarang, siswa seakan seenaknya dengan guru, bahkan menganggapnya teman sebaya, kawan, bahkan orang yang di "taksir". Tidak ada rasa takzim sama sekali.
Dimana letak menghargai guru? Jika terus-terusan seperti ini, harusnya orangtua tidak perlu menyekolahkan anaknya dan bertemu guru. Lebih baik orangtua buat sekolah sendiri, ijazah sendiri, dan mengajar sendiri. Biar ia tahu bagaimana susahnya guru membentuk karakter anak. Hmmm, jelas ini tidak akan mungkin terjadi. Ini hanya keluh, agar guru lebih dihargai.
Guru Gajinya "Kecil"
Jika kita adalah anak guru, seorang guru, punya kerabat guru, dan banyak tetangga guru, maka berbanggalah. Karena kita sedang berada didekat pahlawan dunia akhirat. Jika saat ini kita masih bangga dengan presiden, dengan gubernur, ataupun dengan menteri, maka tukarlah semua itu dengan guru.
Gaji presiden, menteri, dan gubernur sungguh besar, jauh berkali-kali lipat daripada gurunya dimasa kecil. Jika gaji mereka ditambah tunjangan-tunjangan yang selalu bertambah, maka gaji guru hanya akan bertambah sekian persen, bahkan berkurang. Dan jika ada yang menganggap gaji guru ASN itu besar, maka anggapan itu hanya datang dari guru honorer saja.
Terus terang saja, guru ASN masih kecil gajinya. Gaji mereka senantiasa selalu terpotong oleh uang bensin, uang pecah ban, hingga uang kuliah anak. Tidak semua guru dapat mengajar di lokasi sekolah yang dekat. Ya, ada yang jarak tempuhnya 1 jam perjalanan, 2 jam, bahkan ada yang 3 jam. Itu hanya perjalanan pergi. Pulangnya? Tambahkan sendiri.
Bisa kita hitung berapa besar pengeluaran bahan bakar kendaraannya. Belum dengan pecah ban dan servis kendaraannya, belum lagi dengan biaya hidup dan sekolah anak. Tapi, hebatnya guru tidak ngeluh, guru masih ikhlas dan sabar.
Guru honorer lebih sabar lagi. Dengan gaji yang terbilang sangat kecil, mereka bahkan lebih ikhlas dan semangat daripada guru ASN. Kadang terima gaji 2 bulan sekali, 3 bulan sekali, bahkan 6 bulan sekali. Mirisnya, gaji itu dipotong jika dalam 1 bulan banyak hari liburnya. ASN dipotong? Belum pernah terdengar di telinga kita.
Dengan gaji yang kecil, sejatinya guru sudah teraniaya. Maka, janganlah para orangtua tambah penderitaan mereka dengan menganiaya, menyakiti hati, bahkan menciderai mereka. Apalagi jika hanya berbekal cerita "hiperbola" anaknya saja. Sungguh, cerita anak yang tersakiti oleh teman itu banyak sekali bumbunya, dan jarang sekali banyak benarnya.
Siswa Takut Jadi Guru
Melihat tindakan aniaya seperti ini, bisa jadi siswa-siswi di negeri ini mulai takut jadi guru. Mereka takut dipukul oleh orangtua murid, mereka takut dianiaya murid, dan mereka takut tidak bisa hidup layak. Jika mereka tak mau jadi guru, lalu siapa yang akan mengajarkan pendidikan di negeri ini? Apa mau diajar oleh bangsa lain? Hmm, yang ada nanti bukan diajar, melainkan dihajar dan dijajah.
Berkali-kali perlu kita tegaskan bahwa ketika orangtua siswa menitipkan anaknya ke sekolah, maka orangtua sudah percaya sepenuhnya dengan sekolah. Artinya, jika ada masalah di sekolah, maka pihak sekolahlah yang menyelesaikan dan bertanggungjawab terhadap semua masalah siswa disekolah. Tidak perlu orangtua sebagai "orang luar" ikut campur secara langsung.
Apa mau permasalahan orang tua diselesaikan oleh pihak sekolah? Misalnya, ada siswa bercerita kepada pihak sekolah tentang keributan ayah dan ibunya di rumah. Karena cerita itu, sontak guru-guru langsung mendatangi orangtua siswa, memarahi, menegur, dan berkeras diri untuk menyelesaikan masalah "pribadi" rumah tangga siswa tadi.
Jika seperti itu, tidak sopan kan? Tidak etis kan? Maka darinya, orangtua perlu profesional dan berpikir dengan kepala dingin.
Masih banyak anak-anak kita yang tulus cita-citanya menjadi seorang guru. Jangan cemarkan cita-cita mereka yang tulus itu dengan aniaya. Apalagi seperti video yang viral ini, siswa malah memilih melindungi dan menenangkan guru daripada orangtua. Mereka malah lebih takut kepada orangtua.
Mereka bahkan melihat orangtuanya seperti orang lain, seperti penjahat, dan seperti orang yang tidak mereka kenal. jadi, orangtua yang sesungguhnya siapa? Apakah guru? Tentulah tidak. Maka darinya, hormati guru, hargai guru, dan banggakanlah mereka.
Salam.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI