Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Muharam 1441 H, Mari Kita Gapai Hakikat Kemuliaan

31 Agustus 2019   16:27 Diperbarui: 31 Agustus 2019   22:07 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tahun baru Islam 1441 H dapat kita jadikan pijakan baru untuk kembali mengejar hakikat kemuliaan. Karena sejatinya manusia diciptakan dengan sungguh baik serta memiliki potensi untuk mencapai predikat mulia."

Kenapa manusia itu disebut makhluk yang mulia?

Manusia mampu menjadi tower dunia, mampu mengendalikan nafsunya, serta mampu mengarahkan dirinya menjadi kendaraan ibadah. Tabiatnya santun lembut dipenuhi cinta yang menebarkan kebaikan kepada penjuru semesta. Hingga, malaikatpun rela singgah dan turun untuk mendoakan dirinya.

Siapa yang tidak suka melihat manusia yang terang dan bersinar wajahnya, dibumbui dengan akhlak, moral dan adab yang sejuk dipandang raga, keluar dari mulutnya perkataan dengan tata mau'izatul khasanah yang menenangkan. Itulah insan kamil.

Lalu mengapa sekarang ini, begitu banyak manusia yang melanggar kemuliaannya? Melihat wajahnya yang penuh amarah dan arogansi kita takut dan terpejam. Berada didekatnya yang penuh dengan su'ul adab, su'ul akhlak,  dan su'ul moral kita menjadi sakit. Mendengar perkataannya yang keji, hoaxs, penuh fitnah, dzalim, iri, dengki, hasut, dan mungkar kita menjadi malu. Tidakkah mereka berfikir? Mari beristigfar. Astagfirullah al adzim.

Allah berkalam dalam Al-Qur'an Surah At-Tiin ayat 4 dikatakan bahwa: "sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." Pada surah ini, manusia di sebut insan. Sebagai insan yang sebaik-baiknya itu Allah menyertakan 4 sumpah, sebagaimana yang dinyatakan dalam QS At-Tiin ayat sebelumnya. Demi buah tin, demi buah zaitun, demi bukit sinai, dan demi kota mekkah yang aman.

Sungguh benar bahwa sejatinya manusia diciptakan dengan sebaik-baiknya. Lihat saja diri kita sendiri. Kita bisa melihat, menalar, berpikir, membedakan yang benar dan yang salah, punya adab, dan punya ilmu. Lalu bagaimana dengan manusia yang diciptakan ia buta, ia cacat secara fisik, apakah ia tidak sempurna? Tidak.

Rasulullah bersabda dalam hadisnya: "Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian." HR. Muslim no. 2564. Hadis dikutip dari Rumaysho.com. Sungguh, manusia itu sempurna, dari detail proses penciptaannya, hatinya, mentalnya, hingga potensinya.

Potensi Manusia Mengarah Kepada Kebaikan

Manusia, yang dibekali akal, nafsu, dan nurani dalam menggali potensinya lewat ilmu. Kolaborasi dari empat hal ini akan membuat manusia meningkat ke derajat yang dapat memberinya kemampuan untuk memangku jabatan pemimpin dan memikul amanat layaknya manusia di muka bumi. Pertanyaannya adalah:

Apakah khalifah di negeri kita sudah memanfaatkan potensi "kebaikannya"?
Apakah pemangku amanat di negeri kita memanfaatkan potensi "kebaikannya"?
Dan apakah kita telah memanfaatkan ilmu, akal, dan nurani kita sebagai seorang insan?

Hebatnya, jabatan khalifah/pemimpin semakin hari semakin diperebutkan. 

Mulia: Belajar dari Petani Sayuran

Sekarang renungkanlah, bayangkanlah, jika kita menjadi seorang petani sayuran. Mulai dari kita menanam sayuran, memberinya pupuk, memberinya kayu penopang agar berdiri tegak, menjaganya dengan pestisida, insektisida, menjauhkannya dari benalu, dari bakteri, jamur, rumput liar, ilalang, ya kan? Itu semua kita lakukan untuk apa?

Masya Allah, agar sayuran itu lahir sebagai sayuran yang sempurna. Dan sekarang, dengan ucapan istighfar, Astagfirullah al adzim, ayo kita renungkan, bayangkan, dan camkan diri kita. Tidak usah lihat orang lain, tidak usah lihat orang disamping kita, langsung lihat diri dan hati kita. Kemudian tanyakan kepada hati kita.

Pertanyaannya:
Sudahkah kita menanam diri dan hati kita dengan iman, ihsan dan taqwa?
Sudahkah kita memupuk diri kita dengan ilmu,  akidah, syariat, Al-Qur'an dan hadis?
Sudahkah kita jaga hati dan diri kita dengan akhlak nabi Muhammad?
Sudahkan kita menjauhkan diri dan hati kita dari perbuatan syeitan, su'ul,  keji dan munkar?
Beranikah kita katakan sudah dengan kencang?
 Beranikah kita katakan sudah dengan lantang?

 Astagfirullah al adzim. Sungguh hina diri kita, yang bertabur banyak dosa ini. Malu kita sebagai hamba yang diciptakan secara "ahsani taqwim", jika  tidak memuliakan diri kita sendiri.

Ada beberapa Cara menjadi manusia mulia:

Beriman, bertaqwa dan beramal Sholeh di sisa waktu

Angka Tahun baru Islam semakin hari semakin bertambah. Tapi, sadar atau tidak waktu kitalah yang semakin berkurang. Untuk itu kita harus menambah kualitas iman, taqwa, dan senantiasa beramal sholeh.
Singkatnya adalah memuliakan diri dihadapan Allah SWT. Caranya bagaimana? Yuqimonassholat (Mendirikan sholat), wa atuzzakat (membayar zakat), amanu (beriman), amilussholihat (beramal saleh), qolilam minal lail ma yahja'un (sedikit tidur di waktu malam), yastaghfirun (selallu memohon ampun kepada Allah). Semua ini adalah untuk masuk ke surganya Allah. Aaamiin Ya rabbal 'Alamiin.

Menjadi perantara penyebar pesan ilahi

Apakah manusia itu mulia jika jadi presiden? Apakah manusia itu mulia jika jadi raja? Jadi Bupati? Jadi Gubernur? Jadi orang paling kaya? Jadi Ilmuan dunia? Belum tentu. Ulama besar Abdullah Ibnul Mubarak dalam kitabnya Tahzibul Kamal menegaskan bahwa orang yang paling mulia setelah Rasul adalah para pendakwah alias penyampai pesan Tuhan. Kenapa disebut mulia?

Karena dengan ilmu yang di sebarkan, kita tahu yang haq mana yang batil, mana jalan ke surga, mana jalan ke neraka, hingga mana jalan yang harus kita tempuh agar sampai ke surga. Penyebar pesan Tuhan tidak mesti harus ulama, ustad, maupun imam. Guru juga bisa, orang tua juga bisa, bahkan tiap-tiap dari kita bisa.

Menyebarkan ilmu tidak mesti menunggu jadi ulama, tidak mesti jadi ustad, tapi bisa dengan share ilmu. Bukan share status di facebook saja, bukan share snap di wa saja, bukan pula share aktivitas di instagram saja. Dan perlu di ingat, untuk menyebarkan ilmu kita harus periksa ilmu itu, apakah shahih dan haq ilmunya, atau malah berisi kemungkaran dan hoaxs.

Sudah cukuplah fitnah dunia ini menyebar dengan hoaxs-hoaxsnya. Kita selektif dalam mencari ilmu, dan jangan sunkan untuk bertanya kepada yang ahli dan yang alim. Karena inilah kita disebut khalifah, yaitu sebagai perantara dari ajaran-ajaran Allah demi tersampainya rahmat Allah, Rabb semesta alam.

Mengendalikan hawa nafsu

Manusia, di dalam dirinya terdapat potensi akal, pikiran, dan nafsu untuk mencapai ketakwaan. Potensi ini dapat membuat mereka lebih mulia dari makhluk yang telah diciptakan Allah sebelum mereka, yaitu malaikat. Terang saja, malaikat hanya Allah berikan akal dan pikiran. Malaikat tidak punya nafsu, selain dari selalu bertasbih, memuji, dan patuh kepada Allah.

Namun, kita manusia tak bisa lengah. Keberadaan nafsu juga dapat membuat kita lebih hina atau rendah dari hewan. Sebab, hewan di ciptakan Allah dengan nafsu saja. Lihatlah cara hewan makan. Hewan akan makan sampai ia tidak sanggup lagi makan. Lihat pula hewan dalam berkembang biak. Tidak peduli induknya, tetangga, bahkan saudaranya, tetap mereka kawini juga.

Oleh karena itulah, di samping memperbanyak amal kebaikan, manusia juga diperintahkan Allah untuk berjuang menekan, mengontrol, dan melawan hawa nafsu mereka. Dengan cara itulah manusia mampu meraih predikat makhluk paling mulia di sisi Allah SWT.

Nafsu sejatinya berbeda dengan hati dan perasaan. Jika hati maupun perasaan senantiasa berbisik tentang hal-hal yang mengarah kepada kebaikan, nafsu malah sebaliknya. Nafsu, seperti yang tertuang dalam KBBI merupakan kecenderungan dan dorongan hati kepada hal yang kurang baik. Nah, dari segi arti saja sudah buruk, bagaimana jika kita tak bisa menata nafsu.

Saat kita makan, bisikan nafsu: makanlah sebanyak-banyaknya!
saat kita tidur, bisikan nafsu: tidurlah sepulas-pulasnya, besok telat kerja tak apa-apa!
Saat gajian: Belilah ini, belilah itu, tak usah menabung. Bulan depan kan gajian lagi!
Saat dekat dengan lawan jenis: Pacarilah, jalanlah berdua, nanti saja menikahnya!
Saat menikah: Sudahlah, carilah yang lain. Lihatlah istrimu, sudah tidak cantik lagi
!

Semuanya adalah keburukan, dan itu adalah bisikan setan. Sangat jelas setan ingin mengajak kita menemani mereka di neraka. Huufh, siapa yang mau! Maka dari itu, mari kita jadikan moment tahun baru Islam ini untuk kembali membina diri kita dan berusaha menggapai predikat insan kamil.

Waktu yang berlalu biarlah berlalu, karena kita tidak bisa kembali dimasa itu. Tidak baik jika kita hanya bergumam dengan penyesalan masa lalu. Marilah kita tatap waktu yang singkat ini untuk mendekatkan diri kepada Allah. Datanglah ke masjid dalam keadaan terbangun, sebelum kita didatangkan dalam keadaan terbaring.

Hari ini kita di atas tanah, mungkin esok atau malah sebentar lagi, tanah yang diatas kita. Kerjakan kebaikan meskipun kamu anggap itu kecil, sebab kita tidak tahu kebaikan mana  yang akan mengantarkan kita ke surga.

Salam. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun