Hanya satu pasal itukah yang berubah?
Jawabnya tidak!
Selain pasal 46 yang hilang, terdapat beberapa pasal lainnya yang berubah. Antara lainya pada pasal 50. Pasal 50 angka 7 dimana pada Pasal 42 ayat 3 UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman yang berbunyi "... keterbangunan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf d diatur dalam Peraturan Pemerintah".
Sampai di sini banyak prosedur dilabrak alias tidak lakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Permasalahan ini menimbulkan lelucon konstitusi bagaikan dagelan di tivi-tivi.
Wakil-wakil rakyat yang duduk manis di Gedung Senayan tersebut seperti tak ada masalah saja ketika jumlah kertas, jumlah halaman, tebal dan tipisnya naskah UU Omnibus Cipta Kerja diubah-ubah tanpa melalui prosedur yang benar. Tampak terjadi miss tugas dan pokok dari masing-masing lembaga yang ada di Senayan tersebut.
Tentu kita bertanya-tanya, apakah Badan Legislasi di DPR memiliki kewenangan untuk mengubah Pasal terhadap UU yang akan disahkan?
Pada teori ketatanegaraan hal seperti ini disebut Margarito sebagai metode Walter Lippman dan Edward Bernay. Lippman, otak konsep serta praktik opini publik. Cara pandang seperti ini tidak lebih dari metode mengakali, dalam makna menginjak-injak konstitusi. Disebut begitu, karena tindakan ini meletakan tujuan sebagai fundasi konstitusionalnya. Tujuan membenarkan cara, bukan cara membenarkan tujuan. Ini khas machiavelis.
Bila ini dibiarkan, akan seperti apa cermin wajah legislative di Negara Indonesia oleh Negara di luar sana? Yang pasti konstitusi sudah dipermainkan. Tinggal kita tonton saja dagelan ini seperti apa endingnya kala UU Cipta Kerja sudah diundangkan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H