Mohon tunggu...
Ozora Noor
Ozora Noor Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Belanda Universitas Indonesia

Seorang mahasiswa sastra yang demen nulis dan mengabadikan sudut pandang melalui tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Membongkar Dalang di Balik Praktik Pedagangan Budak di Batavia (Abad XVII-XVIII)

29 Desember 2021   00:51 Diperbarui: 29 Desember 2021   01:07 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika untuk karyawan VOC saja mungkin bisa menelan korban jiwa bagaimana dengan nasib para budak yang diekspor ini. Berdasarkan data, diberitakan di tahun 1769 keadaan menyedihkan 142 budak yang baru saja dibawa dari Timor ke Batavia berkondisi sangat buruk. 

Hal ini disebabkan oleh ketidaknyamanan yang harus ditanggung oleh para budak itu selama perjalan dari Timor ke Batavia. Dengan menggunakan kapal kecil yang kelebihan muatan. 

Kondisi memprihatinkan para budak dan peningkatan populasi di Batavia yang didominasi oleh budak-budak Timor semakin mendesak untuk diperlukannya suatu kebijakan yang bisa menghentikan maraknya perdagangan budak ini. 

Namun kebijakan ini tidak terwujudkan ketika Belanda berkuasa di Nusantara melainkan ketika pada pemerintahan Daendels berakhir dan digantikan oleh Thomas Stamford Raffles pada tahun 1811.

Upaya Pelarangan Praktik Perdagangan Budak

Berbagai masalah akibat praktik perdagangan budak di Nusantara ini mengharuskan adanya kebijakan untuk mengakhiri tindakan melanggar hak asasi manusia ini, namun sangat disayangkan kebijakan pelarangan praktik perdagangan budak dikeluarkan ketika bukan Belanda yang berkuasa pada saat itu yakni ketika pemerintahan Daendels dilengserkan dan digantikan oleh Thomas Stamford Raffles. 

Kala itu Raffles melakukan perombakan habis-habisan dalam hal kebijakan pemerintahan, termasuk kebijakan pelarangan praktik perdagangan yang bernama Pandelingschap. 

Penolakan pun terjadi diantara raja-raja lokal dalam menanggapi kebijakan yang merugikan secara ekonomi bagi mereka, mengingat keuntungan yang didapat dari mengekspor  budak lebih banyak daripada hasil kerajinan tangan atau komoditas ekspor lainnya. 

Namun akhirnya raja-raja lokal tunduk terhadap kebijakan meskipun pada faktanya di lapangan praktik perdagangan budak ini masih terjadi secara sembunyi-sembunyi. 

Hal ini menjadi bukti nyata bahwa praktik perdagangan budak di Nusantara ini bukan hanya diboncengi oleh dari pihak VOC melainkan dari pihak raja-raja lokalnya sendiri sebagai penyedia budak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun