Ternak babi tak bisa dipisahkan dari kehidupan warga Toraja. Selain kerbau, babi adalah pokok bagian dari setiap peristiwa budaya dan adat. Prosesi dan ritual adat yang diselenggarakan oleh warga penganut Aluk Todolo dan Alukta (di wilayah Kecamatan Simbuang), baik di acara persiapan tanam, menolak bala, syukuran dan kedukaan pasti membutuhkan kehadiran babi.
Nah, jauh sebelum wisata halal diprogramkan pemerintah provinsi, memang sulit merealisasikannya di Toraja. Selain dominasi ternak lokal, warung makan dan restoran pun didominasi non-halal.Â
Pengaruh dominasi warga Kristen dan budaya lokal pun menghadirkan kontroversi penyelenggaraan pariwisata halal. Hanya saja, pro dan kontra tak berlangsung lama. Pemda tidak memaksakan diri demikian pun pemprov. Warga Toraja kembali menjalani kehidupan mereka dengan normal. Inilah keunikan yang dihadirkan Toraja.
Merespon keunikan di Toraja ini, pemprov Sulsel pun mengambil solusi alternatif. Pembangunan rest area dengan konsep halal menjadi opsi. Khusus di Tana Toraja pembangunan rest area belum terealisasi meskipun lokasinya sudah pernah ditentukan.
Sementara di Kabupaten Toraja Utara, satu rest area yang dilengkapi mushollah sudah dibangun. Lokasinya di Bua, 2 kilometer sebelum kota Rantepao. Namun, rest area tersebut tak pernah berfungsi. Tak ada satupun pengunjung yang memanfaatkannya. Demikian pula pelaku UMKM. Rest area kini terbengkalai dan dikelilingi tumbuhan semak.
Memang susah membangun rest area di seluruh wilayah Toraja. Alasannya sederhana. Rest area tak fungsional karena objek wisata hampir berdekatan semua. Wisatawan lebih cenderung langsung masuk kota untuk istirahat atau langsung ke objek wisatanya.
Solusi lain yang diterapkan di Toraja untuk merespon layanan pariwisata halal adalah setiap warung dan restoran yang menyediakan layanan halal wajib memasang tulisan HALAL di depan warung atau restoran. Termasuk promosi di media sosial dan informasi di website.
Jadi, bagi pengunjung dan wisatawan yang berkunjung ke Tana Toraja dan Toraja Utara, jangan sungkan untuk bertanya kepada warga lokal terkait lokasi tempat makan halal. Jika ragu dengan keberadaan makanan, maka bisa berbelanja di gerai Alfamidi dan Indomaret.
Satu lagi, para pedagang dan pengelola gerai/toko yang menyediakan merchandise Toraja di berbagai objek wisata juga berasal dari warga Muslim. Termasuk beberapa tukang foto di kawasan wisata religi Patung Yesus di Buntu Burake, mereka adalah warga Muslim pendatang.
Sebagai informasi, warung makan halal di Tana Toraja dan Toraja Utara dikelola oleh warga pendatang dari Pulau Jawa, Makassar, Bugis dan Mataram. Lokasinya rata-rata strategis, ada di sekitar jalan trans Sulawesi dan area masjid.Â