Bahan utama buroncong sangat alamiah dan ramah lingkungan, yakni tepung terigu, santan kelapa asli, sedikit gula pasir dan parutan kelapa serta sedikit margarine untuk greasing tempat adonan buroncong. Perpaduan bahan-bahan ini sudah cukup menghasilkan buroncong yang gurih dan nikmat.
Untuk proses masak, kayu bakar masih menjadi sumber utama pengapian. Tempat pembakaran buroncong mendapatkan panas alami dari tungku kayu bakar. Gerobak kecil dengan tungku kayu khas buroncong belum berubah bentuknya selama puluhan tahun.
Nilai alamiah buroncong makin bertambah dengan penggunaan daun pisang sebagai alas jajajan. Perpaduan buroncong panas dengan daun pisang menghasilkan aroma khas yang justru makin mengundang selera makan.Â
Buroncong secara tidak langsung membawa pesan untuk makan makanan sederhana bebas bahan kimia. Selain itu mengajarkan  kita untuk menjaga kelestarian lingkungan. Penggunaan daun pisang tentunya berkontribusi untuk mengurangi sampah. Memang masih ada kantong plastik yang disediakan penjual, tetapi penggunaan daun pisang tentunya adalah tindakan  positif dibandingkan menggunakan kertas nasi atau wadah stereoform.
Sampai hari ini, buroncong tetap laris manis. Bukan hanya di Kota Makale saja, tetapi juga di pasar-pasar tradisional. Khusus di pasar tradisional, satu penjual buroncong tradisional dari warga lokal masih beroperasi. Mereka duduk menghadapi tungku kayu di sudut-sudut pasar.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI