Melewati perbatasan Pangkep-Barru, kendaraan dari arah Barru sedikit panjang dan padat. Ini berarti titik banjir telah bisa dilalui kendaraan. Saya pun berharap demikian.
Wah, ternyata tak ada genangan air tinggi lagi, baik di depan BTN Amaro maupun di Takkalasi. Mobil melintas dengan lancar. Hanya sesekali menerjang kubangan air.Â
Saya tiba di rest area Kupa Barru menjelang pukul 2 subuh. Di sana banyak orang yang istirahat.Â
Pengendara motor juga cukup banyak. Mereka tidur tak beraturan di pondok-pondok rest area. Dari logat bahasa, saya kenal beberapa warga Toraja. Saya sempatkan berbincang dengan 3 mahasiswa yang mudik ke Toraja.Â
Segelas kopi pahit dan semangkuk mie goreng mengisi perut. Angin kencang dan hujan rintik-rintik masih turun. Gemuruh ombak sangat keras di balik tirai pondok-pondok rest area.Â
Saya merasakan kantuk. Hanya saja tak memungkinkan untuk memejamkan mata sejenak. Angin dan cuaca dingin menusuk kulit.Â
Pengelola rest area menutup gerainya menjelang pukul 3 subuh. Saya memutuskan melanjutkan perjalanan.Â
Oleh karena jalan yang  cenderung sepi, saya cukup nyaman melintasi kota Pare-Pare hingga Pinrang. Beberapa bus besar trayek Makassar-Toraja mendahului saya di kota Pinrang.Â
Dengan adanya bus-bus ini, menandakan akses jalan di Kota Pangkep sudah kondusif.Â
Sekitar pukul 5:30 pagi, saya memasuki gerbang perbatasan Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Enrekang di Kelurahan Salubarani. Suasana lengang khas Toraja menyambut disertai jalan aspal yang basah.