Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menembus Hujan dan Dingin Mencapai Puncak Eoseungsaengak

2 November 2024   12:54 Diperbarui: 3 November 2024   07:43 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puncak Eoseungsaengak, Pulau Jeju, Korea Selatan. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Memasuki bulan November, musim gugur di Pulau Jeju mulai memasuki masa puncak. Waktu ini adalah salah satu yang dicari wisatawan untuk mendaki ke kawasan Hallasan National Park. 

Meskipun seantero Pulau Jeju memiliki jejak musim gugur yang ditandai dengan mulai menguning kemerah-merahan dan rontoknya dedaunan, namun mendaki ke salah satu puncak gunung di Hallasan National Park tetap menjadi prioritas wisatawan.

Demikianlah yang turut saya lakukan. Di tengah guyuran hujan yang tak kunjung berhenti sejak hari Kamis malam, tak menyurutkan semangat saya untuk pergi mendaki sambil menikmati keindahan musim gugur di Pulau Jeju.

Puncak yang saya jadikan prioritas hari ini adalah Eoseungsaengak. Salah satu oreum atau puncak kawah vulkanis di Pulau Jeju ini berlokasi di Eorimok. Satu jalur masuk dengan Eorimok Hiking Trail. 

Jalur menuju Eoseungsaengak ada di sebelah kiri sementara Eorimok di sebelah kanan. 

Eoseungsaengak sendiri adalah salah satu primadona jalur hiking. Puncaknya tidak setinggi Witse Oreum di jalur Eorimok. Ketinggiannya hanya 1.169 meter. 

Jalurnya pun tak serumit Eorimok. Meskipun ada beberapa titik yang sedikit terjal dan membuat betis mengeluh. 

Saya berangkat dari pusat Kota Jeju menuju Eoseungsaengak pada pukul 08:30 pagi ditemani hujan. Agar rencana pendakian berjalan lancar, saya membawa mantel hujan. Mantel lebih fleksibel dari pada payung. 

Menggunakan bus nomor 240 yang mengarah ke Seogwipo, perjalanan penuh kabut dan hujan. Bus melaju perlahan. 

Memasuki area Jeju National Cemetery, dedaunan makin semarak menutupi badan jalan. Pemandangan musim gugur yang menawan. 

Perjalanan dari Kota Jeju ke lokasi hampir satu jam. Saya hampir saja mengubah rencana perjalanan untuk terus ke Seogwipo karena hujan deras turun. 

Ternyata di bus, ada 3 pendaki yang juga menuju ke Eoseungsaengak. Kami berempat turun di halte bus Hallasan National Park. Jadilah saya memiliki rekan mendaki.

Jejak keindahan musim gugur di jalur masuk Eorimok Hiking Trail.(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Jejak keindahan musim gugur di jalur masuk Eorimok Hiking Trail.(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Hujan semakin deras saat turun bus. Bergegas saya memakai mantel hujan. Ransel kecil juga saya pasangkan cover untuk melindungi paspor, dompet dan peralatan elektronik. 

Tiba di halaman parkir UNESCO World Heritage Hallasan National Park, cuaca makin dingin. Hujan pun makin keras dan kabut tebal menutupi pandangan. 

Kabut tebal menutupi area parkir Eorimok Hallasan National Park. (Sumber: Dokumentasi Pribadi).
Kabut tebal menutupi area parkir Eorimok Hallasan National Park. (Sumber: Dokumentasi Pribadi).

Hujan, angin, kabut dan dingin ternyata tak menyurutkan nyali para pendaki. Sejumlah bus VIP limosine khas Jeju datang membawa rombongan wisatawan dari Eropa. Mereka datang untuk mendaki. Terlihat jelas dari peralatan yang mereka bawa. 

Mempertimbangkan kondisi cuaca yang sulit untuk berubah menuju cerah tanpa hujan, saya memutuskan untuk segera mendaki Eoseungsaengak. Cerita perjalanan saya baru berubah jika jalur mendaki ditutup.

Saya sempat was-was juga. Jika jalur ditutup karena cuaca buruk, artinya saya wajib menunda pendakian. 

Jalur Eoseungsaengak dipenuhi dedaunan musim gugur. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Jalur Eoseungsaengak dipenuhi dedaunan musim gugur. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Menjelang pukul 10 pagi, tak menunggu lama setelah memperbaiki posisi ransel dan mantel, saya langsung bergerak dari toilet umum menuju pintu rimba jalur Eoseungsaengak Hiking Trail. Saya sempat berbincang singkat dengan seorang pendaki yang menanyakan arah jalur ke Eorimok Hiking Trail.

Puji Tuhan, pintu masuk sudah dibuka. Rantai besi telah dilepas. Peringatan untuk waspada terhadap perjalanan telah dipasang di depan pintu pendakian.

Saya berjalan sendiri, tiga rekan baru saya masih istirahat di shelter rest area. Kabut tebal, hujan dan angin menemani langkah saya memulai pendakian. Jalur Eosaengsaengak ternyata langsung menyuguhkan tanjakan ratusan meter. 

Padatnya vegetasi pepohonan hanya meninggalkan batang dan ranting saja karena sebagian besar daunnya telah berguguran.

Jenis pohon carpinus laxiflora blume dan dan ilex crenata paling mendominasi pohon-pohon besar di titik awal pendakian. Ada pula pohon bernama acer pictum subsp. mono Ohashi.

Angin pun makin bebas menembus mantel dan jaket. Sesekali kabut tebal melintas menutupi pandangan. Sangat terasa bahwa jaket saya tembus oleh cuaca dingin dan air hujan. Sepatu mulai terasa berat karena terisi rembesan air.

Dari jejak sepatu, terlihat bahwa saya adalah pendaki pertama yang melintas. Aliran air dari puncak sesekali memberikan suara tambahan gemerisik dari dominannya suara hujan dan tiupan angin.

Kecepatan langkah saya lambat. Menyesuaikan dengan kondisi. Jalur berupa anak tangga dari balok kayu dan bebatuan saya pijak dengan hati-hati karena licin. Pada jalur yang agak rata, papan kayu menjadi pijakan kaki. 

Pada sisi kanan dan kiri jalur pendakian, terpasang tali pengaman sekaligus pegangan. Sejumlah informasi terkait satwa, tanaman, larangan dan informasi keselamatan terpasang di beberapa titik.

Sekitar 30 menit mendaki, saya tiba pada vegetasi tanaman yang mulai terbuka. Oleh karena hujan, maka hanya kabut tebal menyerupai hamparan salju yang saya temui. 

Lokasi yang terbuka membuat angin makin kencang. Air hujan pun sangat terasa menerpa mantel. 

Total jarak tempuh yang saya lewati hingga puncak hanya sejauh 1,3 km. Tantangannya adalah 95% menanjak. Betis saya langsung merasakan sensasi pegal pendakian menanjak di tengah cuaca dingin.

Akhirnya, saya tiba juga di puncak. Sebuah tugu batu bertuliskan huruf hanguel menandai titik terakhir jalur pendakian. Ada teropong besar di puncak untuk menikmati area sekitar. Tetapi kabut tebal tak mengizinkan.

Di puncak inilah pendaki bisa menikmati keindahan Kota Jeju. Hanya saja, kabut menutupi seluruh area. Kali ini saya tak beruntung melihat seantero Kota Jeju.

Puncak Eoseungsaengak tetap mempesona meskipun pemandangan hanya kabut tebal. 

Meskipun demikian, saya tetap bersyukur bisa mencapai puncak gunung keempat di Pulau Jeju.

Sebuah perjalanan yang memperkaya pengetahuan, pengalaman dan mengajarkan banyak hal terkait aktifitas menjaga dan merawat alam.

Angin, hujan dan cuaca dingin membuat saya hanya bisa bertahan 5 menit di puncak. Masih belum ada pendaki yang tiba ketika saya memutuskan untuk descending demi keselamatan.

Sekitar 100 meter turun, saya bertemu dengan satu pendaki, tetapi bukan rekan yang saya temui di bus. Tak lama kemudian menyusul dua orang lagi. Kaki hanya saling menyapa dalam bahasa Korea dan terus berlalu.

Perjalanan menuruni Eoseungsaengak lebih rumit. Jalur berupa anak tangga dari bebatuan membuat kaki lebih banyak menerima beban. Rasa pegal di lutut mulai menerpa. 

Pukul 11:30 siang, saya tiba kembali di area parkiran. Sejumlah bus carteran kembali datang membawa rombongan pendaki mancanegara. Arah perjalanan mereka menuju ke Eorimok Hiking Trail. 

Setelah istirahat sejenak saya meneruskan langkah saya menuju Eorimok Valley. Saya ingin melihat suasana asli musim gugur di sana. Saya juga penasaran akan sungai besar di bawahnya, apakah sudah berair atau masih kering. 

Eorimok Valley merupakan salah satu objek yang paling viral setiap kali musim gugur tiba di Pulau Jeju.

Seperti apa penampakan Eorimok Valley di puncak musim gugur? Tunggu di artikel selanjutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun