Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Rumitnya Pilkada Hijau di Tana Toraja

28 Oktober 2024   18:27 Diperbarui: 29 Oktober 2024   10:17 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lahan persawahan kering saat musim kemarau di Kecamatan Simbuang, Tana Toraja. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Pilkada hijau tengah menjadi buah bibir. Mampukah hasil dari kontestasi politik tingkat daerah merancang dan mewujudkan program yang mengarah pada kelestarian lingkungan?

Kesadaran tinggi akan kelestarian lingkungan ini adalah bagian penting dari semua tujuan yang tertuang dalam Sustainable Development Goals (SDGs).

Tantangan utamanya adalah sangat minim ada kepala daerah yang benar-benar menitikberatkan perhatiannya untuk mewujudkan lingkungan yang lestari dan hijau.

Apakah karena sejauh mata memandang, rangkaian pegunungan di Bumi Lakipadada, Tana Toraja yang masih hijau oleh pohon pinus dan bambu membuat para calon kepala daerah masih mengesampingkan program jangka panjang bersama masyarakat dunia menyelamatkan bumi dari kerusakan?

Bargaining politik adalah pemicu utama kegagalan pilkada hijau. Semua elemen yang terlibat dalam kontestasi pilkada sebagai tim sukses, sponsor dan partai pengusung tentunya mengharapkan "uang kembali" saat jagoan mereka terpilih. 

Nah, jika dikaitkan dengan pilkada hijau, tak akan ada proyek-proyek yang memberikan keuntungan besar kepada tim sukses. Proyek yang paling mereka incar adalah pembangunan infrastruktur.

Infrastruktur jalan, misalnya, paling banyak mengorbankan pepohonan. Mirisnya lagi, fakta di Tana Toraja bahwa pohon-pohon pelindung yang tengah tumbuh subur dan hijau di sepanjang ruas jalan negara, justru banyak ditebang dengan beragam alasan menyertainya. Sekiranya dipangkas mungkin masih bisa tumbuh. Tapi dipangkas mati. 

Pada masa kampanye calon kepala daerah saat ini, jika melihat sekilas visi, misi dan program para kandidat; program terkait kelestarian lingkungan masih abu-abu. 

Kedua kandidat, pasangan Zadrak Tombeg-Erianto Laso' Paundanan (Zatria) dan Victor Datuan Batara - John Diplomasi (Visi) tidak memiliki program khusus yang mendorong kelestarian lingkungan.

Pada misi Zatria memang terdapat satu poin yang terkait lingkungan. Hanya saja menjadi abu-abu saat tertuang di program.

Konsep yang hampir mirip ada pada konsep yang disusun pasangan Visi. 

Baik Zatria maupun Visi menempatkan isu lingkungan hanya menjadi pelengkap pada program yang terkait pengelolaan wisata bertema alam. 

Pemerintah Daerah Tana Toraja sendiri seharusnya mulai belajar dengan seksama atas kejadian bencana alam yang masif terjadi pada rentang bulan Maret hingga Mei 2024 yang lalu. 

Puluhan jiwa melayang tertimbun tanah longsor. Kerugian materi tak terhitung jumlahnya akibat kerusakan rumah dan hilangnya harta benda akibat longsor dan banjir bandang. Hingga lumpuhnya perekonomian di sejumlah desa yang terisolasi karena longsor.

Rangkaian bencana alam tersebut sebenarnya adalah lampu kuning akan terjadinya kerusakan lingkungan. Pepohonan hijau sudah mulai menipis berganti bangunan dan ladang. 

Jika calon kepala daerah di Kabupaten Tana Toraja peduli akan isu lingkungan ini, seharusnya dalam visi, misi dan programnya dengan gamblang mencantumkan minimal satu program strategis yang menghijaukan lingkungan.

Penghijauan memang ada secara berkala dilakukan oleh anak pramuka dan siswa. Tetapi itu adalah program nasional di bawah kementerian yang terkait dengan hari bumi.

Bumi dan alam Kabupaten Tana Toraja membutuhkan aksi kolaboratif berjenjang dan jangka panjang yang dilaksanakan oleh Pemda bersama masyarakat. 

Bupati terpilih bersama DPRD dan dinas terkait menyusun regulasi yang berpihak penuh pada kelestarian alam. Masyarakat merespon dengan tindakan yang tetap terpantau secara rutin dari pemerintah. 

Masyarakat Tana Toraja tak akan pernah mengetahui akan pentingnya bumi yang hijau jika pemerintah daerah hanya menutup mata dan fokus pada perbaikan dan peningkatan kualitas birokrasi semata.

Hutan mini yang masih hijau di musim gugur dengan deretan Pumpkin trees di sekitar Nuwemaru Street, pusat Kota Jeju. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Hutan mini yang masih hijau di musim gugur dengan deretan Pumpkin trees di sekitar Nuwemaru Street, pusat Kota Jeju. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Secara pribadi, saya berharap bupati terpilih Tana Toraja busa belajar pada kebijakan pemerintah di Pulau Jeju, Korea Selatan. Pemerintah wajib mendisiplinkan warganya dalam melindungi setiap tanaman dan mengelola sampah.

Hutan dan isinya mendapatkan tempat yang istimewa di pulau ini. Bagi warga Pulau Jeju, hutan adalah sumber mata air, surga bagi tanaman, satwa dan burung. Sungai yang terpelihara dengan baik adalah penghubung kesejahteraan laut dengan kebutuhan manusia. 

Sejauh ini, sekolah-sekolah di Tana Toraja telah memasang tulisan "Hutan adalah paru-paru dunia." Tetapi pada kenyataannya, lebih banyak lingkungan sekolah yang justru terlihat gersang minim pohon dan tanaman hijau. 

Di samping itu, sebagai daerah yang berada di negara agraris, Pemda Tana Toraja seyogyanya mulai mengedukasi warga untuk bercocok tanam, menggarap lahan tidur dan menanaminya dengan ragam tanaman yang berpotensi mencukupi kebutuhan warga dan mendatangkan manfaat ekonomi. 

Jika warga kembali disiplin menggarap lahan tidur dan menghindari pembukaan lahan baru lewat penebangan pohon, niscaya budaya konsumtif yang tergantung pada produk kabupaten lain dalam diri warga Tana Toraja secara perlahan akan berkurang.

Aktif bercocok tanam secara organik, minim zat kimia, herbisida dan pestisida adalah pekerjaan rumah besar bagi Pemda Tana Toraja selama bertahun-tahun. 

Apakah calon kepala daerah tanpa program nyata akan kelestarian lingkungan memang tak pernah terlintas dalam pikirannya akan keselamatan bumi untuk generasi Tana Toraja mendatang? 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun