Konsep yang hampir mirip ada pada konsep yang disusun pasangan Visi.Â
Baik Zatria maupun Visi menempatkan isu lingkungan hanya menjadi pelengkap pada program yang terkait pengelolaan wisata bertema alam.Â
Pemerintah Daerah Tana Toraja sendiri seharusnya mulai belajar dengan seksama atas kejadian bencana alam yang masif terjadi pada rentang bulan Maret hingga Mei 2024 yang lalu.Â
Puluhan jiwa melayang tertimbun tanah longsor. Kerugian materi tak terhitung jumlahnya akibat kerusakan rumah dan hilangnya harta benda akibat longsor dan banjir bandang. Hingga lumpuhnya perekonomian di sejumlah desa yang terisolasi karena longsor.
Rangkaian bencana alam tersebut sebenarnya adalah lampu kuning akan terjadinya kerusakan lingkungan. Pepohonan hijau sudah mulai menipis berganti bangunan dan ladang.Â
Jika calon kepala daerah di Kabupaten Tana Toraja peduli akan isu lingkungan ini, seharusnya dalam visi, misi dan programnya dengan gamblang mencantumkan minimal satu program strategis yang menghijaukan lingkungan.
Penghijauan memang ada secara berkala dilakukan oleh anak pramuka dan siswa. Tetapi itu adalah program nasional di bawah kementerian yang terkait dengan hari bumi.
Bumi dan alam Kabupaten Tana Toraja membutuhkan aksi kolaboratif berjenjang dan jangka panjang yang dilaksanakan oleh Pemda bersama masyarakat.Â
Bupati terpilih bersama DPRD dan dinas terkait menyusun regulasi yang berpihak penuh pada kelestarian alam. Masyarakat merespon dengan tindakan yang tetap terpantau secara rutin dari pemerintah.Â
Masyarakat Tana Toraja tak akan pernah mengetahui akan pentingnya bumi yang hijau jika pemerintah daerah hanya menutup mata dan fokus pada perbaikan dan peningkatan kualitas birokrasi semata.