Tak pernah terlintas sebelumnya bahwa salah satu aktifitas mengajar saya di Korea Selatan adalah mengajar orang tua siswa untuk memasak. Kemudian kelas istimewa tersebut yang berlabel Cooking Class with Parents secara resmi menjadi pengalaman perdana sekaligus sejarah dalam hidup saya.Â
Betapa tidak, guru dari kampung, perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Enrekang bisa tampil di depan orang tua siswa di Kota Jeju untuk praktek memasak kuliner tradisional khas Indonesia. Boleh di kata tampil sebagai guru masak kelas internasional.
Pada hari pertama di Jejuseo Middle School, kepala sekolah memang sempat menyinggung terkait memperkenalkan masakan Indonesia kepada orang tua siswa. Selanjutnya, tidak ada berita tambahan lagi.
Lalu, memasuki pertengahan Oktober, tiba-tiba mentor teacher menyampaikan bahwa akan ada Cooking Class dengan peserta dari orang tua siswa. Saya menyanggupinya.Â
Mulailah saya melakukan observasi bahan baku yang bisa menghadirkan kuliner Indonesia. Beberapa hari sebelum hari H tampil di sesi Cooking Class with Parents, saya melakukan observasi terlebih dulu di pusat perbelanjaan terkait ketersediaan bahan baku.Â
Di Martro Hipermart, Lotte Mart dan pasar tradisional, bahan yang bisa digunakan membuat kuliner khas Indonesia adalah jagung manis muda, terung ungu, labu, sawi putih, wortel, ubi jalar ungu, kentang, mentimun, dan kubis.
Pada sisi ketersediaan daging dan ikan, sebenarnya ada. Hanya saja didominasi bahan baku dari daging non halal. Daging sapi, ayam, ikan dan aneka sea food sebenarnya bisa dimanfaatkan. Tersedia pula ikan teri goreng siap konsumsi. Tetapi saya wajib mempertimbangkan waktu cooking class yang hanya 45 menit saja.
Setelah mempertimbangkan ketersediaan bahan baku, tibalah saya pada satu kesimpulan untuk memasak salah satu kuliner khas dari Tana Toraja, yakni baro'bo (tempat lain di Sulawesi Selatan menyebutnya barobbo).Â
Sesuai dengan informasi yang saya terima, akan hadir sekitar 20 orang tua siswa yang terbagi ke dalam 5 kelompok beranggotakan 4 orang.Â
Tantangan memasak kuliner Indonesia dari Tana Toraja di Jeju adalah ketersediaan cabe rawit. Tidak ada cabe yang memiliki level pedas cabe Nusantara. Nah, beruntung, pada minggu kedua kedatangan saya di Pulau Jeju, saya sempat membeli satu paket cabe merah Indonesia di World Food Asian Market.Â
Sebelum tampil menggunakan apron "master chef"dan kaos tangan memasak di dalam ruangan Home Mechanics & Technology milik Jejuseo Middle School, saya perlu menyusun resep. Tujuannya adalah agar memudahkan belanja bahan baku dan memperlancar sesi memasak.Â
Modifikasi terkait bahan juga saya lakukan, menyesuaikan dengan lidah warga Kota Jeju. Satu hal lagi, membuat bahan presentasi baro'bo lewat media PowerPoint menggunakan 2 bahasa, yakni Inggris dan Korea.
Tantangan kemudian datang. Tidak ada stok jagung segar lagi karena sudah memasuki musim gugur. Jadinya, akan digunakan jagung kaleng buatan Thailand.
Adapun bahan-bahan baro'bo ala Kota Jeju untuk satu kelompok dengan hasil 4 porsi, antara lain:
- 1 kaleng jagung
- 1 porsi kecil nasi matang
- 2 potong irisan labu
- 1 ruas batang serai
- 1 terong
- 2 daun kubis/sawi putih
- 2 siung bawang putih (iris tipis dan digoreng hingga layu)
- 2 batang daun bawang / green onion khas Korea Selatan
- Garam secukupnya
- Sejumput gula
- ¼ sendok teh merica bubuk
- Seledri (iris tipis) secukupnya
- 3 ¼ liter air
- Cabe kering Pepperoncion (diiris halus)
- Cabe merah Indonesia (diiris halus)
- Tomat
- Ikan Teri goreng (dipisahkan dari tulang dan kepala, hanya gunakan dagingnya)
- Bawang merah goreng pedas Indonesia
Langkah memasak pun mengalami modifikasi, seperti berikut.
- Jagung: Tiriskan air dari kaleng dan sisihkan.
- Potong labu bentuk dadu, terong, tomat, dan kubis menjadi potongan-potongan kecil.
- Cincang daun bawang dan seledri menjadi potongan-potongan kecil
- Siapkan wajan dan nyalakan kompor digital dalam panas 80%.
- Masukkan jagung yang sudah ditiriskan, serai dan tambahkan air hingga menutupi permukaan
- Rebus hingga meletup. Aduk sesekali, tambahkan nasi dan aduk perlahan hingga lunak seperti bubur.
- Saat jagung dan nasi tercampur sempurna, masukkan labu, terong, kubis, dan seledri cincang ke dalam panci.
- Tambahkan bawang putih yang telah digoreng layu, daun bawang, garam, dan sedikit gula untuk menambah rasa.
- Untuk membuat sambal, Â tomat potong dadu, campurkan dengan cabe merah dan pepperoncino untuk menambah rasa.
- Setelah semua bahan menjadi lunak dan bubur memiliki kekentalan yang Anda inginkan, tambahkan daun bawang cincang.
- Tuang baro'bo ke dalam mangkuk saji. Selamat menikmati!
Pada kegiatan inti cooking class tersebut, dua siswa yang fasih berbahasa Inggris turut membantu selama kegiatan. Keduanya menjadi penerjemah bahasa Inggris ke bahasa Korea.Â
Di awal kegiatan, terlebih dulu dipresentasikan sejarah di balik kuliner baro'bo. Rekan saya, bapak M. Jufrianto saya beri tugas menjadi presenter.
Saya berjalan ke setiap kelompok untuk memastikan semua bahan baku telah tercampur dan matang sempurna. Untuk tambahan garam, saya memberikan keleluasaan kepada setiap kelompok, menyesuaikan dengan selera mereka.
Plating baro'bo menjadi langkah berikutnya. Di sini, saya juga memberikan kebebasan kepada ibu-ibu untuk berkreasi.Â
Ada yang menggunakan irisan tomat segar, irisan daun seledri dan irisan green onion khas Pulau Jeju.
Meracik sambal khas baro'bo adalah momen yang menarik. Di sini, kami tidak membuat sambal ulek khas Indonesia dengan ulekan. Saya memodifikasinya sesuai dengan ketersediaan peralatan. Saya memandu ibu-ibu untuk mengiris tipis cabai kering Pepperoncion dan cabai merah Indonesia. Setelah itu, kedua jenis cabe dicampur dan ditambahkan dengan irisan tomat segar, sedikit garam dan tentu saja goreng teri.Â
Kurang lebih 25 menit dari proses awal, baro'bo akhirnya mulai matang.
Langkah terakhir adalah menambahkan bawang goreng pedas khas Indonesia. Saya memberikan contoh terlebih dulu. Selanjutnya, para orang tua menambahkan sesuai selera.
Makan bersama penuh keceriaan menjadi puncak acara memasak baro'bo. Hal pertama dilakukan orang tua siswa adalah merasakan suapan pertama baro'bo panas. Selanjutnya, mereka mencicipi sambal goreng teri dan bawang goreng.Â
Ternyata, mereka sangat menyukai sensasi baro'bo panas berpadu dengan gigitan pedas dari sambal dan bawang goreng.
Sambil makan, saya masih menyempatkan diri berkeliling ke setiap meja untuk bercakap-cakap dengan bahasa Inggris dan sedikit bahasa Korea yang dipadukan dengan gesture.Â
Semua orang tua siswa yang datang dan beberapa guru sangat puas dengan cooking class with parents ini.Â
Sebagai tambahan informasi, warga Kota Jeju tidak menggunakan penyedap rasa sejenis Miwon dan Ajinomoto. Demikianlah alasannya sehingga saya menggunakan gula pasir sebagai penggantinya.Â
Warga Jeju juga tidak mengonsumsi ikan tering goreng secara langsung. Mereka biasanya merebus teri untuk membuat sup. Sehingga, saya memodifikasi ikan tering khas Jeju dengan cara memisahkannya dari tulang dan bagian kepala. Pada akhirnya, teri goreng habis dimakan bersama baro'bo.
Bawang putih yang digoreng juga menjadi hal baru bagi mereka. Warga Jeju memang memanfaatkan bawang putih setiap kali memasak dan makan, tetapi dalam bentuk mentah atau direbus. Sehingga, mereka terlebih dulu mencium bawang putih goreng sebelum ditambahkan ke baro'bo.
Bawang merah goreng juga adalah objek yang tergolong asing bagi mereka. Sehingga, satu toples bawang goreng pun menjadi cinderamata di akhir kelas.Â
Cooking class with parents berlangsung penuh keceriaan. Canda dan tawa tetap hadir. Kendala bahasa tak berpengaruh sama sekali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H