Jalan lingkar pasar kini sangat sempit. Hanya muat kendaraan untuk lewat dengan sangat pelan. Kondisinya terjadi setiap hari. Tak perlu ditanyakan pada hari pasar yang sebenarnya. Setengah jalan lingkar pasar bahkan terlihat seolah tertutup karena penuh oleh penjual.
Adu mulut antara pengunjung pasar dengan pemilik lapak sering terjadi. Berimbas pula pada adu mulut antara sesama pengunjung pasar karena dianggap menghalangi jalan. Padahal, faktanya adalah tak ada tempat bagi pengendara motor dan mobil untuk meminggirkan kendaraan untuk membeli.
Dalam kondisi seperti ini, pembeli pun terdampak. Bagi pejalan kaki tentu tidak masalah. Tetapi bagi mereka yang membawa kendaraan, kondisi pasar yang boleh dikata semrawut akan membuat mereka berpikir untuk datang kedua kalinya.Â
Jika pembeli memilih belanja di pasar tumpah pinggir jalan, pastinya akan berdampak pada omzet penjualan. Dampak terjauhnya adalah banyak produk dagangan di pasar yang kadaluwarsa dan rusak tak terjual.
Sehingga, perlu ada pemikiran yang bijaksana dari pedagang dan pengelola pasar tradisional untuk sama-sama menciptakan kondisi yang nyaman dalam lingkungan pasar.Â
Demikian pula dengan mereka para pemilik kendaraan agar tidak memarkir kendaraan serampangan di wilayah pasar.
Perlu dipertimbangkan pula bahwa teknologi start-up sekelas Grab Food mulai merambah daerah. Aplikasi belanja online kebutuhan konsumsi harian kini ada di daerah, termasuk Tana Toraja. Aplikasi start-up pengantaran paket online karya warga lokal telah mulai dimanfaatkan.Â
Ini adalah dampak dari mulai ogahnya pembeli masuk pasar. Waktu yang dihabiskan lebih lama.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H