Berselang satu bulan setelah perjalanan perdana saya, ada info bahwa Pemprov Sulawesi Selatan akan membangun jalan poros Simbuang, khususnya di sekitar Kampung Talayo menuju Kampung Sa'dan sejauh 5 km. Tanjakan inilah yang membuat anak-anak SD dan SMP dari Simbuang dan Mappak pada awal pelaksanaan ANBK harus berjuang melawan maut.Â
Angin segar berhembus di awal bulan November 2023. Pekerja proyek sudah mulai melebarkan dan meratakan ruas jalan Kampung Talayo menuju Kampung Sa'dan. Saya sempat mendokumentasikan proses pekerjaan jalan tersebut ketika melakukan perjalanan ketiga ke Kecamatan Simbuang. Saya pun menikmati jalan mulus lebar dari tanah di musim kemarau saat itu. Lebar jalan hingga 12 meter.
Hanya saja, mimpi warga Simbuang hingga Mappak untuk menikmati jalan yang layak akhirnya pupus. Baru sekitar 2 km jalan yang dilebarkan, pekerja proyek sudah meninggalkan lokasi. Menurut isu, dana pembangunan jalan tidak ada di APBD provinsi.Â
Jalan Kampung Talayo menuju Kampung Sa'dan pun terbengkalai hingga kini. Jalan yang sudah dilebarkan berangsur-angsur mulai kembali ke kondisi awal. Di tengah jalan sudah mulai terbentuk sungai kecil berbatu ketika musim hujan tiba.Â
Akhir bulan Maret 2024, pada perjalanan pendampingan Calon Guru Penggerak yang terakhir, jalan poros ke Simbuang sudah benar-benar rusak parah. Saat itu saya berangkat seorang diri dalam kondisi hujan. Mulai dari Kampung Talayo menuju Kampung Sa'dan, ruas jalan berubah menjadi sungai membentuk jeram.Â
Dua kali saya terhenti di jalan yang mulai gelap hanya untuk memastikan taka ada longsoran bebatuan yang dibawa air sungai jadi-jadian karena hujan lebat. Saat itu, saya berpikir untuk kembali ke kota Makale, tetapi deadline pendampingan tidak bisa ditunda. Saya putuskan terus mengendarai motor dalam kondisi hujan dan tanpa satu orang pun berpapasan dengan saya.Â
Terhitung dua kali saya terjatuh. Pertama di tanjakan yang menjadi langganan warga terjatuh di Kampung Petarian. Rem kaki motor saya sempat bengkok di sini dan motor tak mau dibunyikan. Pikiran mistis saat itu menghantui saya, karena di titik tersebutlah pernah ada orang hilang, katanya.Â
Kedua, masih di sekitar Kampung Petarian. Ada mobil pick up yang tak kuat mendaki dijalanan berbatu dan becek menutup akses jalan. Oleh karena di pendakian, motor trail yang saya gunakan tak bisa saya seimbangkan karena kaki pendek sementara tak ada pijakan.Â
Puncak penderitaan warga Simbuang terjadi pada bulan April-Mei 2024 ketika bencana tanah longsor dan hujan lebat melanda hampir seluruh wilayah Tana Toraja. Khusus di jalan poros Makale-Simbuang, lebih dari 60 titik longsor parah terjadi. Warga terisolasi full 1 bulan.Â
Tak ada bahan pangan yang bisa lewat. Hingga dua kejadian menyedihkan terjadi ketika satu warga harus ditandu sejauh puluhan kilometer untuk berobat ke kota Makale. Tak berselang lama, satu orang ibu hamil yang awalnya dirujuk ke RSUD di kota akhirnya melahirkan di tengah jalan. Kandungannya labil karena terguncang jalanan di atas sadel ojek. Bayinya tak tertolong dan meninggal.Â