Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menambah Adik Baru, Orang Tua Harus Siap

29 September 2024   10:43 Diperbarui: 29 September 2024   11:08 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Menikah dan memiliki anak adalah dua hal yang akan terjadi dalam upaya membangun kehidupan berumahtangga. Sebagai seorang kepala keluarga dalam satu keluarga kecil berisi total 4 orang, anak adalah sesuatu yang saya idamkan sejak hari pertama usai pemberkatan perkawinan di gereja. Bagaimanapun juga, keindahan pernikahan adalah kehadiran buah hati alias anak-anak.

Sampai saat ini, keluarga kecil saya telah dikaruniai 2 orang anak. Jarak antara anak pertama (laki-laki) dengan anak kedua (perempuan) sekitar 7 tahun. Anak pertama lahir tahun 2014 dan yang kedua pada tahun 2021.

Alasan saya dan istri memberikan jarak yang cukup jauh antara anak pertama dan kedua adalah karena kami sama-sama aktif bekerja sebagai PNS. Jika anak pertama sudah bisa mandiri atau telah memasuki usia sekolah, maka kehadiran anak kedua akan kami programkan.

Nah, itu adalah alasan dasar kami. Namun, pada praktiknya, anak pertama sebenarnya menjadi pertimbangan besar. Jujur saja, ketika anak pertama telah masuk SD, kami mulai berpikir untuk menambah adik baru buat putra kami. Bahkan kami berandai-andai, semoga anak kedua nantinya itu adalah perempuan. Sehingga impas jumlah laki-laki dan perempuan dalam keluarga kecil kami.

Kami pun tak segan menyampaikan kepada putra kami, apakah mau punya adik baru. Pada awalnya, ia tidak mau. Katanya cukup dia saja, nanti uang beli mainan dan jajan terbagi dua. Sesekali ia mengatakan pula bahwa papa dan mama pasti akan lebih sayang pada adik baru karena ia belum bisa apa-apa.

Memang harus saya akui, putra pertama sangat lengket ke saya. Hampir setiap hari ia ke sekolah bersama saya. Sepulang sekolah pun, ia langsung ke tempat saya mengajar dan kami sama-sama pulang ke rumah. 

Demikianlah perbincangan untuk menambah adik baru harus kami lakukan dalam bentuk gurauan kepada anak pertama. Hingga pada akhirnya memasuki tingkat kelas 2 SD, anak pertama akhirnya mau. Dengan sejumlah kesepakatan lucu, yakni adik bari nantinya akan diberi nama oleh anak pertama. Uang jajan tidak dikurangi, belanja baju baru harus sama-sama, dll.

Ketika anak kedua lahir, hal pertama yang saya lakukan adalah mempertemukan anak pertama dengan adiknya di rumah sakit. Meskipun saat itu, ada kebijakan rumah sakit yang melarang anak-anak di bawah 12 tahun masuk kompleks rumah sakit, tetapi saya bermohon kepada satpam RS dengan pertimbangan khusus akan pentingnya anak pertama saya bertemu adik barunya.

Pertemuan anak pertama dengan adiknya hanya sekitar 5 menit di RS. Saya langsung bertanya, ini adik baru apakah kamu bahagia. Ia mengangguk saja, dan mengusulkan nama yang mirip dengan namanya. Kami sepakatilah nama tengah yang mirip, yakni Juvenilio (anak pertama) dan Juvenilia (adik baru). Kata serupa ini kami pilih karena keluarga kecil saya adalah fans fanatik Juventus. 

Dalam perjalanan kehidupan sehari-hari selanjutnya, hingga saat ini, masih seringkali anak pertama komplain bahwa ia tidak disayang lagi. Adik baru yang selalu diajak, digendong dan dibelanjakan. Papa lebih suka tidur sama adik. Sesekali, juga mereka saling berebut sarung saya kalau mau tidur.

Kasih sayang sang kakak kepada adiknya memang sangat kental. Namun, sesekali pula mereka bertengkar memperebutkan kasih sayang dari kami orang tuanya. Pernah beberapa kali, sang kakak yang laki-laki justru terlihat sedih dan menangis karena merasa dinomorduakan dari adiknya yang saat ini baru menginjak 3 tahun.

Ya, tapi demikianlah sikap anak-anak. Ini sekaligus pembelajaran bagi kami, bahwa jarak terlampau renggang antara anak pertama dan kedua sebenarnya kurang ideal. Akan rentan muncul sikap cemburu dari anak pertama.

Sehingga solusi yang kami jalankan selama ini adalah jika membeli satu item untuk adik, maka kakak juga mendapatkan, meskipun itemnya berbeda. Di samping itu, untuk makin membuat kedua anak makin akrab setiap hari, maka kami selalu meluangkan waktu makan bersama di luar rumah atau pergi ke tempat rekreasi, misalnya mandi bersama di kolam renang. 

Tugas saya adalah mengamati dan mendampingi sambil sesekali mendengar ceracauan dan candaan mereka. Tips ini ternyata membawa dampak bagi sang kakak. Adik lebih komunikatif dan sering mengganggu sang kakak, sehingga mau tidak mau kakaknya akan terbawa suasana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun