Kondisi ini berlangsung hingga anak kedua hadir dalam keluarga kami. Secara pribadi, kedua anak lebih lengket ke saya. Hampir setiap hari mereka bersama saya ke sekolah sejak usia 4 bulan hingga menginjak usia sekolah.Â
Setiap waktu makan malam, kami upayakan makan bersama-sama. Di sinilah waktu yang penting mendengar cerita dan celoteh anak seharian. Lambat laun hubungan emosional terjaga di antara kami.
Pada kesempatan tertentu setiap minggunya, kami menyiapkan waktu untuk makan bersama di luar rumah. Intinya, ada waktu jalan-jalan meskipun hanya di lingkungan sekitar. Biasanya kami lakukan setelah pulang ibadah hari Minggu. Kami yang bertanya ke mana mereka mau pergi.Â
Terkait penggunaan smartphone, saya memiliki kesepakatan tersendiri dengan anak. Ada waktu khusus saya siapkan untuk anak pertama yang telah bersekolah. Misalnya, ia diberi kesempatan bermain game seusai belajar dan mengerjakan PR selama satu jam.
Secara berkala pula, lewat pendekatan bercerita tentang dampak buruk HP pada kesehatan, kedua anak saya konsisten meninggalkan HP ketika telah menatap layar selama 10-20 menit.
Kami pun tak luput dari kebersamaan bekerja di rumah. Menyapu rumah, cuci piring, cuci pakaian atau membersihkan kendaraan. Ketika anak menawarkan diri membantu, saya berikan. Kapan lagi kami akan bermain dan bekerja bersama.
Dan cerita unik terjadi ketika saya akan berangkat ke Jakarta untuk selanjutnya menuju Pulau Jeju, Korea Selatan dalam rangka menjalankan program pertukaran guru Asia Pasifik. Saya yang meneteskan air mata saat memeluk putri saya (anak kedua) di bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Â
Ini pertama kalinya saya akan berpisah lama dengan anak-anak. Biasanya maksimal 10 hari ketika ada perjalanan dinas pelatihan di Pulau Jawa. Kali ini kami terpisah 3 bulan.
Hubungan emosional yang telah terjaga dalam kondisi nyaman  dengan anak membuat ketegaran jiwa saya guncang ketika berpisah.
Hingga saat ini, saya memasuki minggu keempat tidak bersama anak-anak dalam dunia nyata. Namun, kehadiran teknologi digital membuat kami tetap terkoneksi setiap hari lewat video call. Jiwa saya tenang melihat anak-anak tetap ceria di Indonesia.Â