Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Solusi Macet di Indonesia Bisa Adopsi Metode Korea Selatan

18 September 2024   09:00 Diperbarui: 18 September 2024   12:33 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan trans kota Jeju menuju Seogwipo yang lengang pada hari pertama libur Chuseok. (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Kesabaran di lampu merah dan crosswalk masih sering dilanggar oleh pengguna jalan di Indonesia. Kebiasaan masyarakat kita, bebas menyeberang di mana saja. Bukan di jalur penyeberangan yang telah ditentukan. Hal ini ikut menyumbang kemacetan. 

Seharusnya, warga Indonesia mulai belajar disiplin sejak dini. Pendidikan di sekolah sudah wajib memuat materi yang mendisiplinkan perilaku menyeberang jalan ini. Sehingga ketika ada peraturan/himbauan pemerintah terkait kebijakan terhadap pengguna jalan, anak-anak sekolah bisa menjadi pionir bagi warga lainnya.

Di kota Jeju, warga sangat disiplin di lampu merah dan crosswalk. Meskipun jalanan kosong, tetapi mereka tetap menunggu hingga kode lampu hijau pejalan kaki menyala. Demikian pula sebaliknya. 

Pada crosswalk tanpa indikator lampu merah, pejalan kaki diperlakukan seperti raja oleh pengendara mobil. Tak ada bunyi klakson keras-keras ketika pejalan kaki melintas. Para sopir sabar menunggu hingga pejalan kaki berlalu.

Beberapa kali saya mengalami kejadian ini saat pergi ke sekolah setiap pagi. Ada tujuh crosswalk yang harus saya lewati. Tiga di antaranya tanpa indikator lampu merah. Meskipun saya mempersilahkan kendaraan lewat lebih dulu, tetapi para pengemudi dengan ramah memberikan kode agar saya yang menyeberang lebih dulu. Hal yang sama dilakukan oleh pengendara motor. 

Saya kira membangun kedisiplinan pengguna jalan inilah yang bisa menjadi alternatif pertama. Kedisiplinan bukan karena adanya petugas kepolisian yang berdiri mengatur arus lalu lintas. Disiplin berkendara pun bukan terjadi karena adanya desakan peraturan yang berujung pada tilang kendaraan. 

Selama sebulan tinggal di Korea Selatan, saya belum pernah melihat adanya petugas kepolisian berdiri di tengah jalan mengatur lalu lintas atau memberikan tilang. Semuanya seeperti telah membudaya akan kedisiplinan ini.

Budayakan Jalan Kaki dan Bersepeda

Jalan kaki dan bersepeda. Saya kira inilah metode sederhana yang bisa dibangkitkan kembali di Indonesia. Warga Korea Selatan sangat intens berjalan kaki setiap hari hingga berkilo-kilometer. Tak ada rasa canggung. 

Anak sekolah, remaja, mahasiswa, tua dan muda aktif jalan kaki. Sehingga tidak mengherankan, di pusat kota Seoul sering dijumpai warga yang menyerupai semut berlalu di peremaptan lampu merah dan crosswalk.

Di Indonesia, sekali lagi saya sudah melihat banyak warga Jakarta yang mulai membudayakan ini efek dari halte dan terminal MRT dan Transjakarta. 

Namun, di luar itu, wajib ada himbauan konsisten dari pemerintah, baik pusat maupun daerah agar semua pekerja, pegawai, PNS, ASN dan anak sekolah mulai diajak untuk membiasakan jalan kaki. Bayangkan saja, jarak 100 meter dari rumah ke sekolah, siswa masih ahrus naik ojek atau membawa kendaraan sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun