Macet! Kejadian yang selalu akan dijumpai di Indonesia. Bukan hanya di kota-kota besar, tetapi kemacetan kendaraan pun sudah menjalar hingga ke daerah.
Kemacetan kendaraan tidak hanya terjadi di pusat kota, lampu merah, pasar, objek wisata, tetapi juga di SPBU. Beragam alasan sederhana penyebab kemacetan di tanah air. Bisa terjadi karena macet sudah dianggap biasa, hari libur, banyaknya volume kendaraan, sempitnya jalanan, tidak adanya angkutan umum resmi alternatif, hingga kelangkaan BBM.
Semakin sering dan semakin tingginya waktu yang habis di kemacetan sebenarnya mempengaruhi lalu lintas perekonomian, kesehatan, produktifitas warga, dsbnya.
Terjebak macet hingga berjam-jam tidak akan membawa dampak positif. Bagi pekerja produktif, akan kehilangan banyak waktu. Belum lagi kondisi emosional yang rawan saat terjebak dalam kemacetan. Boros BBM, kampas kopling, penggunaan AC kendaraan yang masif hingga menuai terjadinya kecelakaan.
Kejadian macet yang terjadi setiap hari semakin lama semakin parah. Meskipun pemerintah sudah menerapkan kebijakan contra flow, buka tutup jalan, ganjil genap, penambahan lebar jalan dan pembangunan jalan tol baru, tetapi kemacetan tetap terjadi. Terutama di akhir pekan dan hari libur, kemacetan parah bisa meningkat hingga 500%.
Adakah solusi tepat yang bisa diterapkan di Indonesia agar bisa mengurangi kemacetan ini?Â
Saat ini saya tinggal di Kota Jeju, Korea Selatan. Terkait kemacetan lalu lintas, aya tidak pernah menemukannya. Jika dilihat dari volume kendaraan, khususnya mobil, sangat padat di kota Jeju, bahkan di wilayah Korea Selatan lainnya. Lalu, mengapa tidak ada kemacetan.Â
Barangkali pemerintah Indonesia perlu mengadopsi beberapa metode yang diberlakukan di Korea Selatan.
Pemanfaatan Bus Kota
Alternatif pertama mengurangi kemacetan adalah manfaatkan bus kota yang mana halte busnya tersedia pada radius yang tidak terlalu jauh. Contoh sederhana penerapan TransJakarta. Penerapan bus kota disandingkan dengan ajakan berjalan kaki bagi warga.