Perkembangan zaman dan teknologi informasi telah berpengaruh besar pada peningkatan efektifitas kerja masa kini. Terlebih lagi, para pengguna dunia kerja adalah generasi produktif. Mereka sudah terbiasa dengan kerja cepat, tepat, mandiri, fleksibel dan online.Â
Oleh karena kebutuhan fleksibilitas kerja, menghindari ruang kerja yang sempit dan butuh suasana santai tanpa terganggu hiruk pikuk lalu lintas orang, maka saat ini banyak pekerja yang memilih bekerja di luar kantor.Â
Fenomena Co-working space sebagai ruang kerja bersama kini mulai hadir di daerah. Di kota Makassar, Sulawesi Selatan, misalnya, saat ini terdapat banyak penyedia Co-working space. Mungkin sudah mencapai ratusan spot.Â
Lima di antaranya, yakni Geng Work Co-working Space (Tamalanrea), 5.0 Co-working Space (Sudiang), Miles Co-working space (Losari, Ujung Pandang), Confie Indonesia (Panakkukang), dan Coffice Co-working Space (Sawerigading, Ujung Pandang).Â
Sekilas penampakan Co-working space ini menyerupai warkop dan cafe pada umumnya. Perbedaannya adalah penataan ruangan yang memang  lebih mendukung pertemuan beberapa orang. Hanya saja, Co-working space berbayar, karena dikelola oleh swasta dan perorangan.Â
Misalnya di Geng Work yang berlantai dua, tersedia beragam fasilitas ruang kerja bersama yang bisa disewa mulai dari sistem per jam hingga harian. Ada Toraja private desk perorangan dengan sewa Rp 50.000 per hari. Ada pula shared space di lantai dua dengan sewa harian Rp 35.000.Â
Untuk ruang rapat tim kecil, Geng Work memiliki ruang private dengan sewa Rp 95.000 per jam hingga Rp 400.000 per hari. Untuk ruang rapat umum disediakan pula dengan sewa Rp 95.000 per jam hingga Rp 800.000 per hari.Â
Pengelola Geng Work membuka pula sewa mingguan hingga bulanan.Â
Ciri umum yang menyerupai warkop dan cafe milik Co-working space adalah ketersediaan meja dan kursi, tempat lesehan, WiFi gratis dan aneka minuman dan snack.Â
Mengingat adanya sewa pada Co-working space resmi maka warkop dan cafe justru sebaliknya. Kecuali memang warkop dan cafe memiliki aula mini untuk meeting, maka bisa disewakan per kegiatan. Tetapi pada umumnya pengguna gratis masuk dengan ketentuan belanja makan, minum atau snack.Â
Pengguna Co-working space pada umumnya pegawai kantoran. Sedikit tampak bonafide di sana.Â
Kontradiktif ketika pengguna memilih warkop dan cafe. Spot ini justru diramaikan oleh mahasiswa dan masyarakat umum. Mereka menjadi pengguna soliter dan kelompok kecil. Selain menikmati makanan ringan sambil ngetik di laptop, aksi makan bersama pun sering dilakukan, terutama jika memilih ruang kerja bersama sesaat di cafe.Â
Pengalaman berulang kali bekerja mandiri di warkop dan cafe, terkait durasi waktu bekerja sebenarnya tidak dibatasi. Hanya saja, tentu ada perasaan kurang sreg ketika bekerja berjam-jam padahal belanja cuma sebotol air mineral, secangkir kopi pahit dan sepiring pisang goreng. Sementara sejumlah pengunjung sudah mengantri.Â
Seringkali pula, didapati bahasa tubuh menolak dari pemilik warkop atau cafe ketika terlalu lama penggunanya duduk beekerja di depan laptop tanpa belanja makanan lain selain snack.Â
Namun, pada umumnya, saat ini warkop, cafe dan Co-working space itu sendiri sedang dalam persaingan menjaring pelanggan. Menu variatif, terjangkau, tempat fleksibel dan ditunjang parkiran gratis sedikit banyak mempengaruhi animo pengunjung.Â
Di Tana Toraja sendiri belum ada fasilitas Co-working space. Puluhan warkop dan cafe justru mendominasi sebagai tujuan mereka yang ingin bekerja lepas dan santai sambil mengecap aneka pilihan suguhan kopi, teh, jus dan gorengan.Â
Barangkali ini tantangan bagi Pemda untuk membuka Co-working space di bawah kendali pegawai plat merah. Harga makan dan.minum normal, tetapi sewa ruang gratis dengan WiFi gratis pula. Bagaimanapun juga aktifnya pengguna Co-working space tergantung pula pada ketersediaan jaringan internet yang berkualitas dan gratis.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H